Halaman:Aku Ini Binatang Jalang.pdf/149

Halaman ini telah diuji baca

yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia memuji keberanian pernyataan tersebut dan menyatakan bahwa pokoknya sesuai dengan sikap lembaganya yang tidak mengakui gagasan penyair yang diakui sebagai penyair terbesar ini.

 Pada waktu itu pula, Roeslan Abdoelgani — masih seorang tokoh politik yang sangat berwibawa — menulis sebuah karangan, “Chairil Anwar Juga Milik Seluruh Bangsa Indonesia”. Sangat terasa, nasib si “binatang jalang” ini berada di tangan orang-orang politik. Pihak-pihak yang berebut kekuasaan ketika itu tentu telah memilih penyair ini sebagai salah satu bahan taruhan berdasarkan pertimbangan yang masak. Sudah sejak semula Chairil Anwar dinilai sebagai penyair penting; dan antara lain berkat pandangan H.B. Jassin, ia kemudian dianggap sebagai penyair terbesar — setidaknya sesudah Perang Dunia II. Dalam kedudukan demikian, sikapnya berkesenian tentu bisa berpengaruh terhadap pandangan kesenian bangsa. Hal ini tentu tidak disukai golongan yang telah memiliki pandangan kesenian yang tegas, yang berpandangan bahwa kegiatan kesenian merupakan faktor sangat penting dalam serbuan politiknya. Pandangan politik pada masa itu tampaknya sulit sekali memisahkan Chairil Anwar dari “penemu”-nya, H.B. Jassin, yang menolak faham realisme sosialis dan menawarkan humanisme universal.

 Penolakan tanggal 28 April sebagai Hari Sastra menyiratkan kenyataan bahwa penyair ini memang sungguh-sungguh dianggap memainkan peranan menentukan dalam perkembangan sastra kita. Ia tumbuh di zaman yang sangat ribut, menegangkan, dan bergerak cepat. Peristiwa-peristiwa penting susul-menyusul; untuk pertama kalinya sejak dijajah Belanda negeri ini membukakan diri lebar-lebar terhadap segala macam pengaruh dari luar. Pemuda yang pendidikan formalnya tidak sangat tinggi ini harus menghadapi serba pengaruh itu; dan ia pun tidak hanya mengenal para sastrawan Belanda yang dicantumkan dalam pelajaran sekolah, tetapi juga membaca karya sastrawan sezaman dari Eropa dan Amerika, seperti T.S. Eliot, Archibald MacLeish, W.H. Auden, John Steinbeck, dan Ernest Hemingway. Ia sempat menerjemahkan beberapa di antaranya, atau menyadurnya, atau mencuri beberapa larik dan ungkapannya.

Kecerdasan dan dorongan semangatnya untuk menjadi pembaru menjadikannya mampu mengatasi serba bacaan itu; ia

124