Halaman:Aku Ini Binatang Jalang.pdf/22

Halaman ini telah diuji baca

pendahulu belaka. Tetapi, seperti dikatakan Jorge Luis Borges, ia bukan hanya memilih, melainkan menciptakan para pendahulunya, dan dengan itu karyanya mengubah cara kita memandang masa lalu dan masa depan.[1] Demikianlah saya dalam tulisan ini mempersambungkan Amir Hamzah, Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono dan Goenawan Mohamad. Sapardi menegaskan bahwa sajak-sajak Chairil yang berhasil adalah yang kembali kepada bentuk klasik; tetapi buat saya, secara lebih gamblang lagi, Sapardi telah mengambil kuatrin-kuatrin Chairil yang jernih dan genap sebagai modelnya sendiri. Sementara itu, Goenawan, lebih menyerap kuatrin-kuatrin yang mengandung derau dan disharmoni, juga sajak-sajak bebas Chairil. “Nyanyi sunyi kedua,”[2] adalah penamaan Goenawan untuk Duka-Mu Abadi, buku puisi Sapardi yang terbit pada tahun 1969, dan dengan itu pula ia menandai kebangkitan kembali tradisi puisi lirik Amir Hamzah-Chairil Anwar.

 Jejak-jejak Chairil juga tampak pada para penyair yang kelihatan tak terpengaruh olehnya, atau yang mengambil ia sebagai antitesis. Pantun-pantun baru Sitor Situmorang jelas melanjutkan jalan yang sudah ditempuh aneka kuatrin dan sonet Chairil Anwar, apalagi jika kita timbang bahwa Sitor juga gemar menggunakan kata benda abstrak dan penyataan semu-falsafi. W.S. Rendra menulis puisi naratif sebagai alternatif terhadap puisi Chairil dan para epigonnya, akan tetapi tampaklah bahwa sajak-sajak Rendra juga sering bergantung kepada frase-frase mengambang ala Chairil. Sutardji mengatakan puisinya kembali kepada mantra, tetapi Chairil Anwar sudah jauh lebih dulu menulis mantra modern seperti “Cerita Buat Dien Tamaela” (dan, tentu, sebelumnya, ada “Batu Belah” dari Amir Hamzah). Gerimis dan hujan dalam puisi Sapardi Djoko Damono, dan angin dalam puisi Goenawan Mohamad adalah metamorfosis dari kata-kata yang sama dari Chairil: itulah yang saya maksudkan bahwa penyair menghidupkan kata, memberi nafas baru pada kata melalui rancang-bangun puisinya; dan kata itu pun akan menggoda para penyair yang kemudian. Cara Chairil dalam



  1. Baca Jorge Luis Borges, “Kafka and His Precursors”, terjemahan dari Spanyol ke Inggris oleh Eliot Weinberger, dalam Selected Non-Fictions, editor Weinberger (New York: Viking, 1999).
  2. Goenawan Mohamad, “Nyanyi Sunyi Kedua: Sajak-sajak Sapardi Djoko Damono 19671968,” Horison, Februari 1969.

xxiii