106
suami bertugas, ia tetap meneruskan kegiatannya di ASIB. Di Kebumen ia mendirikan dan mengelola asrama untuk orang-orang miskin dan tuna wisma. Untuk kegiatan tersebut, Badiah mendapat subsidi dari pemerintah daerah.
Di Kebumen selain menjalankan kegiatan di ASIB, Badiah aktif pula dalam berbagai organisasi yang berlangsung antara tahun 1937 -- 1950. Kemudian Badiah juga menceburkan diri dalam organisasi perjuangan kemerdekaan. Pada zaman penjajahan Belanda yakni pada tahun 1937 -- 1941, Badiah Moerjati bersama teman-temannya sempat mendirikan organisasi wanita yang bertujuan sosial. Antara lain mendirikan sekolah Taman Kanak-Kanak, mendirikan kursus masak-memasak serta jahit-menjahit.
Pada masa pendudukan Jepang, berbagai perkumpulan dibubarkan. Untuk mengganti perkumpulan-perkumpulan itu terutama perkumpulan wanita, dibentuk Fujinkai. Badiah Moerjati termasuk salah seorang yang aktif dalam Fujinkai tersebut. Pada waktu itu sekolah-sekolah menengah ditutup dan murid-murid wanita tinggal di rumah. Atas permintaan orang-orang tua murid, didirikan kursus-kursus rumah tangga untuk menampung murid-murid wanita yang dirumahkan itu. Di samping mereka memperoleh kursus kerumahtanggaan, secara diam-diam juga diselipkan semangat perjuangan kemerdekaan. Badiah Moerjati Goelarso dan teman-temannya sangat bersemangat dan gencar dalam kegiatan tersebut.
Ketika kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno — Hatta, Badiah Moerjati terpilih sebagai anggota perwakilan rakyat Kabupaten Kebumen. Di samping itu ia diserahi tugas membentuk dapur-dapur umum di kota kabupaten dan kawedanan-kawedanan, yang kemudian diteruskan sampai ke keluruhan-kelurahan. Karena daerah Kebumen pada waktu itu menjadi status quo (perbatasan antara daerah pendudukan Belanda dan daerah Republik Indonesia), maka di Kota Kebumen itu dibentuklah sebuah pusat dapur umum dengan cabang-cabangnya (dapur-dapur pelaksana) untuk para pejuang pejuang yang menjaga dan mempertahankan daerah Kebumen.