108
yang dipimpin oleh suaminya bahkan suaminya sendiri pun ditawan hingga sore hari untuk diinterogasi. Keadaan demikian tidak membuat Badiah Moerjati merasa takut dan sedih. Ia berusaha menenangkan diri dan tetap berusaha membantu bekerja di rumah sakit.
Ketika diadakan perundingan penyerahan kedaulatan dan tentara Belanda harus mundur diganti dengan tentara Republik Badiah Moerjati Goelarso menyediakan rumahnya sebagai pelaksanaan perundingan untuk Kota Kebumen. Dalam perundingan itu hadir pejabat-pejabat sipil dan perwira-perwira tinggi dari kedua belah pihak. Dalam hal tersebut Badiah bersama teman-temannya pun mendapat tugas untuk membentuk panitia. Di Kota Kebumen tersebut, Badiah Moerjati bersama suaminya cukup banyak berperan dalam perjuangan bangsa. Kurang lebih 13 tahun mereka mengabdikan dirinya di Kota Kebumen dengan segala suka dukanya.
Sebagai orang yang mempunyai aktifitas tinggi, Badiah Moerjati sempat pula menggabungkan diri dengan Palang Merah Indonesia (PMI) yang dipimpin oleh lbu Sophie Sarwono. Ia bergabung dengan Palang Merah Indonesia, karena ingin meringankan penderitaan rakyat yang menjadi korban gerombolan DI TII yang pada waktu itu sedang merajalela. Badiah bersama teman-temannya, memberikan bantuan berupa makanan dan pakaian untuk para korban tersebut. Ketika berada di Tegal - Pekalongan mendampingi suaminya bertugas, Badiah juga aktif di Palang Merah Indonesia.
Ketika berada di Banjarmasin tahun 1952, ia pun tidak terlepas dari tugas yang diembankan padanya. Pada waktu itu Badiah mendapat tugas sebagai ketua Yayasan Usaha Kesejahteraan Ibu dan Anak (UKIDA), yang sebelumnya dijabat oleh Ny. Moersito. Badiah berusaha mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya yang baru tersebut. Usaha kesejahteraan Ibu dan Anak (UKIDA) yang diketuai Badiah tersebut merupakan suatu badan yang melayani pemeriksaan wanita hamil dan anak-anak bayi hingga balita.