63
hendaki hal semacam itu berlanjut. Sejak kecil ia memang dididik oleh ayahnya agar memandang semua manusia sama. Jadi sudah sewajarnya apabila jiwa Sujatin memberontak melihat ketidakadilan itu. Karena itu ia terus berupaya menuntut keadilan bagi kaumnya.
Setamat MULO sebenarnya Sujatin ingin melanjutkan ke Rechts School di Jakarta, agar menjadi seorang ahli hukum dan dapat membela kaum tertindas. Tetapi saat itu asrama Rechts School hanya menerima pelajar pria saja. Sedang pelajar wanita harus indekost di luar yang memerlukan biaya yang cukup besar. Sujatin tidak mau memperberat beban ayahnya karena itu ia memutuskan untuk masuk sekolah guru di Yogyakarta.
Sementara itu kegiatannya pada organisasi tetap berlanjut. Banyak pelajaran dan pengalaman yang ia peroleh. Ia dapat belajar banyak dari Ki Hajar Dewantoro, Ir. Soekarno (Bung Karno), Inggit Ganarsih dan lain-lain. Ide persatuan bangsa Bung Karno sangat mempengaruhi jiwa Sujatin. Menurut Sujatin Persatuan Indonesia akan lebih cepat prosesnya melalui keseragaman bahasa. Karena itu pada setiap kesempatan Sujatin mencoba memperkenalkan bahasa Melayu sekalipun terhadap bangsawan yang tinggi jabatannya. Saat itu memakai bahasa Melayu masih merupakan suatu hal yang dianggap tidak wajar. Namun Sujatin tidak peduli. Sujatin tetap mempergunakan bahasa Melayu baik kepada bupati Purworejo, saudara perempuan Sultan Hamengku Buwono VIII dan sebagainya.
Setelah tamat sekolah guru Sujatin mengajar di HIS Swasta Yogyakarta. Ia memang sengaja memilih sekolah swasta agar lebih dekat dengan bangsanya. Dengan demikian secara tidak langsung ia dapat ikut mencerdaskan bangsanya. Pada tahun 1926 bersama sejumlah guru, Sujatin mendirikan perkumpulan guru wanita yang diberi nama Poetri Indonesia dan Sujatin terpilih menjadi ketuanya.
Diilhami oleh keberhasilan Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda, Sujatin dan kawan-kawannya berkeinginan untuk menyelenggarakan kongres wanita se-Indone-