Dataran pandang meluaskan padang senja
Hidupku dalam tiupan usia.
Tinggal seluruh hidup tersekat
Dalam tangan dan jari-jari ini
kata-kata yang bersayap bisa menari
Kata-kata yang pejuang tak mau mati.
- (Etsa: 7)
Dalam sajak tadi, si aku lirik hanya menyaksikan pamandangan yang menyedihkan 'padang senja', padahal umur manusia itu terbatas. Oleh karena itu, si aku lirik beranggapan bahwa manusia harus bekerja keras untuk mengisi hidupnya agar hidupnya berbahagia dan tidak sia-sia.
Kirdjomuljo juga mengemukakan hal yang sama dalam sajaknya, "Pantai". Digambarkan dalam sajak itu bahwa tidak ada gunanya orang hanya berpangku tangan karena kehidupan ini seperti laut yang penuh rahasia dan perjuangan. Orang pun dapat memilih dalam hidup ini, berpangku tangan atau berjuang. Berikut ini penggalan sajak "Pantai" itu.
....
Menggulat kejadian dera
seperti menggulat pusaran ombak
dengan tertawa selepasnya
Kami toh akan kembali larut
entah esok, entah lusa, entah lama
bisa di darat, bisa di laut atau langit
Bisa memilih jalan mati
seperti nelayan bisa memilih jalan ke darat
bisa seharian mengembangkan layar
bisa seharian berpangku di pasir
melihat kejadian laut
dengan ngeri, cemas dengan menolak
Tapi mendapat apa berpangku dengan pasir
melukis-lukis dengan jari
melempar-lempar dengan batu
atau menulis tentang angin
Manusia dan Diri Sendiri133