Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/155

Halaman ini tervalidasi

diamlah dalam malam bening di alam hening
ia mengupas malam pada paginya

(Pesta, 1956)

Perang batin kadang-kadang terjadi pula karena benturan antara kesetiaan dan godaan seperti yang dikemukakan Ajip Rosidi dalam sajaknya "Sindanglaut". Berikut ini disajikan penggalannya.

....

Laut. Mendenturkah ombak menayang bulan di wajahnya
ke pantai miring pada malamku?
Malam. Gigihkah kesetiaan mencengkam hati selalu?
Kulepas nafas. Laut mendentur masih
Yang garang mendarat, pecah darah bulan putih
Di tanganku ia mengempas, atas dadanya yang gemetar
Kumimpikah damai rumah dan istri setia.

Perempuan ini bicara tentang harapan yang tersia
Kita telah sama kehilangan pegangan dalam galau ini kota
Kita telah kehilangan apa yang kita genggam, karena semuanya
tak berakar pada tangan. Semua telah lepas
Kita bersandar pada pusat malam dan cahaya bulan putih
Kita tenggelam dalam irama lambat memecah pantai

(Surat Cinta Enday Rasidin, 1960)


6.5 Simpulan

Sajak-sajak Indonesia tahun 1920—1960 yang mengemukakan masalah hubungan manusia dengan diri sendiri ternyata menghadirkan beberapa citra manusia. Citra manusia yang tampak dalam kaitan ini adalah citra manusia yang menemukan diri, citra manusia yang mengalami konflik batin, dan citra manusia yang mencari makna hidup. Sajak yang mengungkapkan citra manusia yang menemukan diri antara lain mengemukakan bahwa manusia itu sesungguhnya makhluk yang tak berarti apa-apa di hadapan kekuasaan Tuhan. Sementara itu, sajak-sajak yang mengungkapkan citra manusia yang mengalami konflik batin menunjukkan adanya perkembangan. Apabila dalam kurun waktu 1920—1940

146

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960