Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/87

Halaman ini tervalidasi

lebih bermanfaat daripada itu, yang lebih dapat mengobarkan dan membangkitkan semangat hidupnya, seperti terbaca dalam sajak berikut.

TANYA


Menggaris palu: nafsu yang murni
yang berdegup kesumba

membelai pusat dan dini hari
senandung hati yang jauh

Kepingin aku bertanya
alam larut yang bagaimana
Mengobarkan fajar musim-musimku
Gadis dan kita larut dalamnya

(Suara, 1962)

Kemerosotan moral, di samping terlihat dari adanya pelacuran seperti terungkap dalam beberapa sajak tadi, juga tampak dari menggejalanya ketidakpedulian sosial, seperti yang dilukiskan dalam sajak Djamil Suherman berikut ini.

JENDELA TUA


Kepergiannya tanpa saksi
biar dinding si tua ini
terlukis sebuah wajah
pucat tanpa nama
tanah kering sekeliling
daun dan bunga berguguran
Ah jendela setua ini
sudah lama tak bicara lagi

(Nafiri, 1983)

Dalam sajaknya yang lain, Djamil Suherman melukiskan kesedihan si aku lirik karena terasing dari masyarakatnya. Si aku lirik merasa sebatang kara karena tidak dipedulikan. Namun, si aku lirik tetap tinggi semangat hidupnya karena yakin bahwa suatu ketika akan mendapatkan kasih yang paling indah dan paling abadi, yaitu kasih Allah.

78

Citra Manusia dalam Puisi Modern Indonesia 1920-1960