LIANG-HOEN MOENTJOEL KOMBALI.
djoega ia trima pembrian taoenja Liang-hoen dengen adem.
„Akoe soeda bitjara dengen iboekoe dan ia berdjandji di hari Rebo ia bakal pergi melamar.”
„Akoe harep kaoe poenja maksoed terkaboel,” kata Kim-djin.
Sama sekali tida ada terliat pengrasa’an menjesal atawa djengkel di parasnja Kim-djin hingga Liang-hoen sendiri merasa heran. Apakah betoel-betoel Kim-djin bagitoe tida perdoeliken pada itoe gadis, jang doeloean toch kaliatannja ada menarik ia poenja perhatian ?
Inilah jang membikin Liang-hoen tida bisa mengarti. Tapi ia perdoeli apa? Lebi baek Kim-djintida menaro perhatian padaitoe gadis!
Liang-hoen salah mendoega.
Itoe doea sobat kamoedian djalan sama-sama, pergi ka marika poenja gedong perkoempoelan dan baroe berpisah di waktoe tengah hari.
Di itoe hari lebi siang dari biasa Kim-djin pergi ka tokonja Tjin-tek.
„Kaoe poenja dateng kabetoelan sekali,” kata Siok-nio jang roepanja itoe waktoe ada repot, „engko Tjin-tek sedeng berada di„Bandoeng, tapi ia bakal poelang sabentar; mama lagi koerang enak badan, hingga ia tida senang doedoek di loear. Sekarang kaoe bisa bantoe djoega padakoe.”
61