dengan muara sungai Teberau diseberang Istana Sultan. Bekas mendirikan lodji itu sampai sekarang disebutkan orang kampung Tandjung Belanda. Sultan Muhamad Ali Sjafiuddin dengan permaisurinja jang bernama Mas Keraton mempunjai 2 orang putera, Raden Ishak dan Raden Ruai. Raden Ishak disebut atau digelar dengan nama Pangeran Ratu Nata Kusuma.
Pada achir tahun 1828 Sultan Muhamad Ali Sjafiuddin mangkat. Berhubung dengan Pangeran Ratu Nata Kusuma itu masih ketjil baru berumur 6 tahun, belum dapat mendjadi pengganti ajahnja, maka atas persetudjuan pemerintah Belanda, agar djangan terdjadi gezagsvacuum, maka sementara menunggukan Pangeran Ratu Nata Kusuma berumur 18 tahun, diangkat mendjadi wakil Sultan Sambas, atau Pangeran Bendahara Seri Maharadja, dengan gelaran Sultan Usman Kamaluddin. Pelantikan Wakil Sultan tersebut dengan bentuk badan commissie bernama Madjelis Wali, ditetapkan dengan besluit Gubernement tanggal 8 Mei 1819, terdiri dari beberapa orang bangsawan dari keluarga Sultan, jaitu: Assisten Residen Sambas, ketua umum, seorang ketua, jaitu Sultan Usman Kamaluddin, dan anggauta-anggauta Pangeran Temanggung Djaja Kesuma dan Pangeran Kusuma Dilaga.
Pada tanggal 11 Djuli 1831 karena sakit dan agak tua, Sultan Usman Kamaluddin mangkat, jang kemudian diangkat sebagai penggantinja mendjabat wakil Sultan, saudaranja bernama Pangeran Temanggung Djaja Kusuma dengan sebutan Sultan Umar Akamuddin. Sultan dengan permaisurinja jang bernama „Hadji Bunda“ mendapat seorang putera bernama Raden Toko', kemudian digelar Pangeran Ratu Mangkunegara.
Setelah Putera Mahkota Pangeran Ratu Nata Kusuma agak besar tjukup umurnja, maka kepadanja diangkat dan digelar Sultan Muda dan saudaranja Raden Ruai digelar Pangeran Temanggung Djaja Kusuma. Pada tanggal 5 Desember 1845 Sultan Umar Akamuddin mangkat, dengan umur 75 tahun dan 15 tahun lamanja memegang djabatan wakil Sultan. Lantas diangkat Sultan Muda mendjadi Sultan dengan gelaran Sultan Abubakar Tadjuddin II. Dari permaisurinja jang bernama Ratu Sabar, ia mempunjai 2 orang putera bernama Raden Safiuddin dan Raden Abdulkahar. Dengan Besluit Gubernemen tanggal 17 Djanuari 1848 maka Raden Sjafiuddin ditetapkan mendjadi Putera Mahkota dengan gelaran Pangeran Adipati.
Perang dengan Tionghoa.
Dalam pemerintahan Sultan Abubakar Tadjuddin II, dalam tahun 1850 timbullah suatu pemberontakan jang besar dari kongsi- kongsi parit tambang emas bangsa Tionghoa bergabung mendjadi satu terdiri dari Thai Kong, Sam-To-Kiu, Mang-Kit-Tiu dan Long Fong akan mendurhaka kepada Sultan. Pada mulanja mereka tidak mau lagi mengantarkan upeti sebagaimana biasanja kepada Radja, meskipun hal ini telah beberapa kali diberikan peringatan kepada mereka itu.
Kemudian mereka dengan serentak mengadakan serangan kepada Sultan jang pada hakekatnja akan merampas negeri, sehingga terdjadilah pertempuran antara kedua belah fihak. Achirnja Sultan merasa tidak tertahan dengan serangan jang sangat kuat dari kongsi-kongsi Tionghoa itu, untuk mempertahankan negeri,
402