bahkan keadaan sehari-harinjapun sunji sadja. Ini bisa dimengerti, sebab ditempat itu hampir tidak ada hal-hal jang menarik hati. Dan kalau ada kundjungan-kundjungan dari sana-sini, melulu hanja akan melihat gadjah, jang dahulu kandangnja ada ditepi alun-alun itu, sebelah Barat Daja.
Sebagai imbangan Bangsal Sitinggil jang ada dibagian muka dari Keraton, disebelah utara alun-alun Pengkeran inipun nampak bangunan Bangsal Sitinggil. Kalau Bangsal Sitinggil muka (Utara) untuk kepentingan Sinèwaka, adalah Sitinggil Selatan haja untuk keperluan Sri Sultan dalam saat-saat memeriksa latihan-latihannja para Perwira dan atau anak buahnja, karena alun-alun Selatan itu jang terutama melulu untuk kcperluan demikian. Dalam saat-saat demikian, tempo-tempo Sri Sultan berkenan djuga memeriksanja dengan berkuda.
Pada waktu jang achir-achir ini, sebagai salah satu usaha supaja masjarakat tidak hanja bergolong-golongan ada dibagian utara sadja, Kotapradja Jogjakarta telah menjingsingkan lengan badjunja, untuk mengisi kekosongan dan kesepian alun-alun Selatan dengan berbagai matjam pertundjukan jang menarik, meskipun tidak setiap hari. Dalam usaha kearah itu, bekas kandang gadjah telah dibangun kembali, didjadikan bangsal pertundjukan, sedang Bangsal Sitinggil diperluas dan dirubah demikian rupa, untuk balai pertemuan atau balai pertundjukan.
Sebagai diatas sudah dikatakan, bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono I adalah seorang bangsawan agung jang dalam dadanja menjala-njala semangat ,,Prewira" (militairisme), karenanja dalam segala kepentingan hid,upnja, selalu dititik-beratkan kepada persiapan-persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan, demikian djuga dengan halnja Keraton Ngajogjakarta-Adiningrat. Tembok jang mengelilingi Keraton (ringmuur) harus diakui bukannja pagar tembok jang sewadjarnja, karena meskipun tingginja hanja 3,5 meter, tetapi tebalnja 5 meter. Tidak hanja demikian sadja; udjungnja berbentuk koepel pendjagaan, hingga tidak salah lagi bahwa sebetulnja letaknja Keraton ada didalam benteng, dan djusteru demikianlah orang mengatakanaja.
Belum tjukup demikian sadja, tetapi disamping pagar tembok jang sangat ,,sernam itu, masih pula dilengkapi dengan djagang (anak sungai) jang dalam djuga, hingga sendiriaja mejakinkan kita, bahwa bukan keindahan jang mendjadi pusat keinginan Sri Sultan Hamengku Buwono I dalam pembangunan Keraton itu, tetapi pokoknja berpusat kepada bangunan-bangunan pertahanan.
Benteng Keraton itu mempunjai Gapura 5. Baik bentuknja maupun rudji-rudji besi (dimasa jang lampau) jang merupakan daun pintunja, bukan main kokohnja. Pada djaman-djaman jang lampau, gapura-gapura itu pada siang dan malam hari didjaga dengan tertip sekali, hingga seekor tikuspun tidak akan bisa melalui gapura itu dengan tidak diketahuinja.
Plengkung, demikian orang menamakan gapura-gapura itu, mungkin karena bentuknja pada bagian atas hampir separo bulat (mlengkung), dua menghadap keutara, jang sebelah barat didalam Kampung Ngasem; terkenal dengan nama Djagasura, jang sebelah timur, didalam Kampung Judonegaran, disebut orang Tarunasura. Jang menghadap ke barat, didalam Kampupg Tamansari, bernama Djagabaja, jang
21