Thaha Syaifuddin yang sampai sekarang masih disimpan oleh cucunya, yaitu Sdr. Jangcik yang bertempat tinggal di Kotamadya Jambi (10, p.44).
Dari bekas-bekas peninggalan Sultan Thaha Syaifuddin yang tersebar di daerah Jambi tersebut, diketahui bahwa hampir seluruh hidup beliau telah dipergunakan untuk perjuangan melawan penjajah Belanda, walaupun hanya menggunakan senjata apa saja yang ada.
C.RENUNGAN TERHADAP PERJUANGAN SULTAN THAHA SYAIFUDDIN
Setelah kita meneliti dan mempelajari data tentang riwayat hidup dan perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa:
Sultan Thaha Syaifuddin yang hidup dari tahun 1816 sampai tahun 1904 adalah Sultan Jambi yang terakhir dan terbesar. Ia sangat taat kepada agama Islam. Pada masa hidupnya Belanda telah menanamkan pengaruh kekuasaannya di Jambi.
Sebagai seorang Muslim yang taat Sultan Thaha Syaifuddin sangat anti penjajah Belanda. Ia tidak mengenal kompromi dengan Belanda. Karena itu Sultan Thaha Syaifuddin selalu dikejar-kejar Belanda.
Untuk kepentingan perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin rela meninggalkan kota Jambi menuju ke daerah-daerah pedalaman. Di Kabupaten Bungo Tebo ia membuat kubu pertahanan dan melaksanakan perang gerilya.
Karena Sultan Thaha Syaifuddin sangat teguh dengan pendiriannya dalam menghadapi Belanda dan rela mengorbankan segala-galanya demi agama Islam dan pembangunan masyarakat, maka masyarakat yang menjadi pengikutnya senantiasa bertambah. Mereka ini mengakui Sultan Thaha Syaifuddin sebagai pemimpin yang sejati, dan mereka menyebut pemimpinnya itu dengan "Raja Jambi".
Keikhlasannya berjuang membela kebenaran mengakibatkan masyarakat pendukungnya dengan ikhlas dan rela mengorbankan segala-galanya untuk kepentingan perjuangan dan keamanan pribadi Sultan Thaha Syaifuddin dari serangan musuh.
93