SOEKA DAN TIDA SOEKA.
nja rnarika moesti mengemis. Ada djoega jang singkirken diri di tempat soenji seperti orang boeangan, terpisah dari familie dan sobat-sobatnja; ada lagi jang dengen soeka sendiri pergi tinggal di tengah oetan, hidoep di antara bang sa biadab, tida perdoeli moesti tanggoeng sangsara dan terpisah dari anak istrinja. Orang jang masih ketarik pada segala kasedepan doenia tentoe pandang itoe matjem penghidoepan dengen perasa’an ketjiwa dan djidii aken lakoeken. (Ajat 10).
Begitoe poen dengen kabidjaksana'an toelen, jang toedjoeannja mengoerangken kainginan dan melepasken segala apa, mengetjilken diri sendi ri sampe lama-lama tida kaliatan lagi—ini matjem sikep ada sanget bertentangan sama toedjoean dari kabanjakan manoesia jang tjoba koempoel härta dan kakaja‘an sabegitoe banjak jang bisa didapat, tjari nama termashoer dan membesarken diri soepaja kaliatan gilang-goemilang. Kapan dibanding ini doea toedjoean, jang terseboet doeloean kaliatan bersifat „fana“, kerna mendjoeroes pada kamoesna'an, sedeng jang belakangan seperti „hidoep“, kerna berdaja aken bikin diri dan pakerdja'annja kaliatan di antero doenia. (Ajat 11).
Kabaekan jang sawadjarnja ada dipandang paling aneh sendiri oleh doenia, sebab menoeroet orang banjak poenja pengartian dan adat kabiasa‘an, sasoeatoe kabaekan moesti dilakoeken tjoemah pada orang-orang jang disoeka, pada familie, sobat, kawan atawa bangsa sendiri, dan haroes dapet pengganti jang satimpal, seperti rasa soekoer dan trima kasih, kapoedjian, dan malah kaoentoengan jang beroepa pem balasan baek bagi diri sendiri. Kabaekan jang
177