Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/Buku Kesatu
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 14a
Pasal 14b
Pasal 14c
Pasal 14d
Pasal 14e
Pasal 14f
Pasal 15
Pasal 15a
Pasal 15b
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 33a
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 52a
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
Pasal 70 bis
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
Pasal 82
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 88 bis
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 92 bis
Pasal 93
Pasal 94
Pasal 95
Pasal 95a
Pasal 95b
Pasal 95c
Pasal 96
Pasal 97
Pasal 98
Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
Pasal 101 bis
Pasal 102
Pasal 103
BUKU KESATU
ATURAN UMUM
BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 1
|
Pasal 2
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia. |
Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. |
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
|
Pasal 5
|
|
Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati. |
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam bab XXVIII Buku Kedua. |
Pasal 8
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan .pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan. |
Pasal 9
Diterapkannya pasal-pasal 2, 5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. |
BAB II
PIDANA
BAB II
PIDANA
Pasal 10
Pidana terdiri atas:
|
|
Pasal 11
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. |
Pasal 12
|
Pasal 13
Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas be berapa golongan. |
Pasal 14
Terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29. |
Pasal 14a
|
|
Pasal 14b
|
Pasal 14c
|
Pasal 14d
|
Pasal 14e
Atas usul pejabat dalam pasal 14d ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya waktu berlaku syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat ditetapkan untuk masa percobaan. |
Pasal 14f
|
Pasal 15
|
Pasal 15a
|
Pasal 15b
|
pidananya.
|
Pasal 16
|
Pasal 17
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 diatur dengan undang-undang. |
Pasal 18
|
Pasal 19
|
Pasal 20
|
waktu kerja.
|
Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah di mana terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak mempunyai tempat kediaman, di dalam daerah di mana ia berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaan terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah lain. |
Pasal 22
|
Pasal 23
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. |
Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana. |
Pasal 25
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut ialah:
|
Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-orang terpidana. |
Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan |
hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahan. |
Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat, asal saja terpisah. |
Pasal 29
|
Pasal 30
|
Pasal 31
|
Pasal 32
|
pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.
|
Pasal 33
|
Pasal 33a
Jika orang yang ditahan sementara dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun, maka waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana. |
Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana. |
Pasal 35
|
Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali |
dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat dicabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan pada terpidana karena jabatannya. |
Pasal 37
|
Pasal 38
|
Pasal 39
|
Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang dengan melanggar aturan-aturan mengenai penghasilan dan persewaan negara, aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apa pun. |
Pasal 41
|
Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan dan pidana denda dan perampasan menjadi milik negara. |
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya. maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana. |
BAB III
HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN, MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN PIDANA
BAB III
HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN, MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN PIDANA
Pasal 44
|
Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan:
|
Pasal 46
|
Pasal 47
|
Pasal 48
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana. |
Pasal 49
|
Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. |
Pasal 51
|
Pasal 52
Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari |
jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga. |
Pasal 52a
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut dapat ditambah sepertiga. |
BAB IV
PERCOBAAN
BAB IV
PERCOBAAN
Pasal 53
|
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana. |
BAB V
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA
BAB V
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA
Pasal 55
|
Pasal 56
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
|
Pasal 57
|
Pasal 58
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang. yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri. |
Pasal 59
Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana. |
Pasal 60
Membantu melakukan pelanggaran tidak dipidana. |
Pasal 61
|
Pasal 62
|
BAB VI
PERBARENGAN TINDAK PIDANA
BAB VI
PERBARENGAN TINDAK PIDANA
Pasal 63
|
Pasal 64
|
Pasal 65
|
Pasal 66
|
Pasal 67
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang yang telah disita sebelumnya, dan pengumuman putusan hakim. |
Pasal 68
|
Pasal 69
|
Pasal 70
|
Pasal 70 bis
Ketika menerapkan pasal pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan berdasarkan pasal-pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373, 379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian, jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlahnya paling banyak delapan bulan. |
Pasal 71
Jika seseorang setelah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama. |
BAB VII
MENGAJUKAN DAN MENARIK KEMBALI PENGADUAN DALAM HAL KEJAHATAN-KEJAHATAN YANG HANYA DITUNTUT ATAS PENGADUAN
BAB VII
MENGAJUKAN DAN MENARIK KEMBALI PENGADUAN DALAM HAL KEJAHATAN-KEJAHATAN YANG HANYA DITUNTUT ATAS PENGADUAN
Pasal 72
|
Pasal 73
Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan. |
Pasal 74
|
Pasal 75
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan. |
BAB VIII
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA
BAB VIII
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA
Pasal 76
|
|
Pasal 77
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia. |
Pasal 78
|
Pasal 79
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:
|
Pasal 80
|
Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa. |
Pasal 82
|
Pasal 83
Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia. |
Pasal 84
|
Pasal 85
|
BAB IX
ARTI BEBERAPA ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG
BAB IX
ARTI BEBERAPA ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG
Pasal 86
Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan. |
Pasal 87
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53. |
Pasal 88
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan. |
Pasal 88 bis
Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. |
Pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. |
Pasal 90
Luka berat berarti:
|
Pasal 91
|
Pasal 92
|
|
Pasal 92 bis
Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan perusahaan. |
Pasal 93
|
Pasal 94
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 11. |
Pasal 95
Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia. |
Pasal 95a
|
Pasal 95b
Yang dimaksud dengan dalam penerbangan adalah sejak saat pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (disembarkasi). Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya. |
Pasal 95c
Yang dimaksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiap pendaratan. |
Pasal 96
|
|
Pasal 97
Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang disebut bulan adalah waktu selama tiga puluh hari. |
Pasal 98
Yang disebut waktu malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit. |
Pasal 99
Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup. |
Pasal 100
Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci. |
Pasal 101
Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi. |
Pasal 101 bis
|
Pasal 102
Ditiadakan dengan Staatsblad 1920 No. 382 |
ATURAN PENUTUP
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh |
ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain. |