Penghidoepan Radja Belgie/Bab 19

Satoe tjerita jang betoel
telah kadjadian di
Europa.

PENGHIDOEPAN RADJA BELGIE III.



Ditjeritaken
oleh:
TJOE BOU SAN.
BATAVIA
DRUKKERIJ SIN PO
1913.

Bab (tidak ada di berkas asli)
  1. Bab XIX
  2. Bab XX
  3. Bab XXI
  4. Bab XXII
  5. Bab XXIII
  6. Bab XXIV

XIX.


Astana radja di Spa, ada mendjadi lebi soenji dari jang doeloe-doeloe. Aken tetapi boekan kasoenjian jang bisa membikin hati mendjadi tedoeh dan diam, sabagimana ada di'ingini oleh permeisoeri, hanja ada kasoenjian, jang terdjadi lantaran samoea orang tinggal gagoe, dan menoenggoeken sadja ketak-ketiknja lontjeng dengen pengrasahan teramat kwatir. Saban minuut, saban sa'at, kasoenjian itoe bisa berobah djadi kasepian jang sedih sekali!

Permeisoeri Marie Henriette ada sakit, penghidoepannja ada bergantoeng dengen djaroem lontjeng, jang menoendjoek djalannja djam. Ia poenja toeboe, jang doeloe banjak simpan tenaga, anggotanja jang tegoeh, sekarang samingkin lama ada kaliatan mingkin djadi lajoeh dan lemah. Kakoeatan ampir tida ada lagi padanja; kadoekahan ada menimpah ia terlaloe haibat, aken ia bisa melawan dengen tida djadi roesak kasehatan dirinja.

Salaennja toewan toewan doktor, malaenkan ada Barones de Meaublanc dan Baron de Goffinet, jang menoenggoeken ia siang hari malem.

Toewan dan njonja baron ada kenal permeisoeri di masa ia oering-oeringan, koetika ia kadang-kadang soeka berlakoe bengis dan tida patoet, tapi iaorang ada kenal djoega permeisoeri poenja lemali-lemboet, tatkalah ia djadi malaikat penoeloeng, bagi samoea orang jang berada dalem kasoesahan.

Baron de Goffinet telah mengirim kabar kawat pada Sri baginda, membri warta jang si sakit poenja ka'adahan, ada teramat berbahaja, hingga saban djam boleh dianggap, bisa djadi jang penghabisan bagi la poenja djiwa.

Djoega pada permeisoeri poenja poetripoetri dikirimken ini kabaran.

Di itoe masa Baginda Leopold II ada di Bagnères de Bigorre, satoe tempat, jang boleh dibilang tida terpisah kllwat djaoe dari Spa, dimana permeisoeri ada rebah di pembaringan dengen menoenggoelten adjal.

Kendati begitoe, tida lalis baginda pergi boeroe-boeroe meliat ka'adahan istrinja, jang sedeng maoe brangkat meninggalken doenia. Apa jang mendjadi lantaran, tida saorang bisa membilang dengen tentoe. Ada jang kata, baginda poenja tida dateng, ada lantaran tida maoe membikin permeisoeri djadi terlebi koerang senang hati, tapi ada djoega jang bisik bisik: baginda ada inget ia poenja berbagi-bagi perboeatan kedji, hingga ia kwatir, nanti mendenger perkatahan mengoetoek dari moeloet istrinja, jang maoe brangkat mati.

Pada soeatoe hari, malaenkan terdjaga oleh Baron de Goffinet, Permeisoeri Marie Henriette tarik napasnja jang penghabisan.

Dalem tahon 1853 permeisoeri menikah pada Sri Maha Radja Leopold II, dan meninggalnja adalah djato di tahon 1902, djadi 49 tahon lamanja, ia terikat dengen tali kawin, jang sanantiasa membawah berbagi-bagi kadoekahan. Sataoe apa lagi mega mendoeng itoe nanti menerkam, aken djadiken korbannja! Tida berselang brapa djam sasoedapermeisoeri wafat, Prinses Stephanie, jang koetika itoe soeda mendjadi Gravin Lonyay, laloe dateng di astana Spa, dengen terbiritbirit, bersama ia poenja nonni ketjil.

Baron de Groffinet trima kadatengan poetri dengen goenaken bahasa manis.

Stephanie meliat koeliling, tapi menampak djendeiah samoea ada tertoetoep, dan liat saban-saban orang jang ia katemoe, ada tarik moeka sedih sekali ... iboenja soeda tida lagi di doenia, ia ada dateng terlaloe laat.

Dan dengen hati hantjoer peetri menangis, tatkalah orang anteri ia dalem kamar, dimana mait permeisoeri ada rebah diatas pembaringan.

„O, iboe, iboe jang tertjinta!” kata ia sasenggoekan, sembari berloetoet didekat mait permeisoeri. „Sekarang terlepaslah kaoe dari berbagi-bagi kadoekahan di doenia! Kaoe barangkali ada mara padakoe, lantaran akoe soeda paksa melemparken, itoe kawadjiban tjilaka, jang politiek dan peradatan kraton, telah tempatken atas akoe poenja kadoewa poendak. Aken tetapi, tjoba kaoe, di masa masi moeda, ada berboeat seperti akoe, boleh djadi kaoe troesa rasaken getirnja doenia sarape begini haibat!”

Kamoedian poetri bersama ia poenja nonni ketjil laloe bertempat boeat samantara waktoe dalem astana Avenue du Marteau. Ia ingin mempertoendjoeki boedi jang paling penghabisan pada iboenja jang ia sanget tjinta, aken kamoedian balik kombali pada graaf, jang soeda djadi ia poenja soeami, dari siapa jang paling pertama kali ia dapet rasaken broentoengnja doenia.

Di dalem astana, Stephanie berharep, nanti bisa berdiam dalem kasoenjian, aken lebi senang melajangken pikiran, boeat beringet-inget pada permeisoeri jang soeda mangkat. Aken tetapi, kasian! Dengen mendadak poetri poenja kainginan berbalik meroepaken satoe kadjadian jang laen sekali.

Sri Maha Radja Leopold II, berselang satoe hari, sakoenjoeng-koenjoeng dateng di Spa, dan lantas pergi ka astana, dimana mait permeisoeri ada menoenggoeken waktoe boeat dikoeboer.

Koetika itoe Toewan Baron de Goffinet ada menjamboet dengen hormat sekali, kamoedian laloe menanja: „Apatah Sri baginda tida ingin meliat lagi satoe kali pada permeisoeri?”

Atas ini pertanjahan Radja Leopold tida bri djawaban, hanja malaenkan berdoedoek bengong seperti orang mengimpi. Apa jang sasoenggoenja ada di pikirannja, tida saorang brani menebak dengen memastiken.

Dalem satoe kamar ketjil, sabelah men.jebelah dengen kamar mati, baginda ada mengambil tempat di satoe krosi, dan menghadepken medja, sembari membatja soeratsoerat, jang atas kainginan ia sendiri, Toewan Baron de Goffinet telah kasi padanja.

Samantara ia sedeng asik membatja, pintoe kamar terboekah dengen sanget plahan. Saorang pi'ampoean moeda laloe masoek ka dalem, sembari tangannja memegang bebrapa boengah mawar koening, jang di masa masi hidoep, teramat disoeka oleh Permeisoeri Marie Henriette.

Tatkalah matanja dapet meliat pada baginda, dengen mendadak ia lantas berdiri diam, sabagi kadoewa kakinja ada terpantek di boemi. Boengah jang dipegang, laloe djato di atas permadani, dan agaknja seperti ia tida mempoenjaken tenaga lagi, boeat poengoet kombali.

Sekali-kali ia tida mendoega, nanti bertemoe pada baginda dalem itôe kamar.

Djoega baginda mengangkat moeka. Pipinja kiri kanan, dengen mendadak mendjadi mera, saman tara ia poenja aer moeka lantas berobah. Kamoedian ia berbangkit, dan sembari mengisarken krosi ka blakang, ia berseroe:

„Akoe merasa heran sekali, dapet meliat kaoe di sini!”

„Papa!” kata poetri dengen soearasember. Lebi dari itoe ia tida bisa kaloeari laen perkatahan.

Sri Maha Radja tinggal berdiri seperti orang gagoe; matanja ada menjataken ia poenja koerang senang hati. Prinses Stephanie maoe bermoehoen sanget-sanget pada ajahnja, tapi ia poenja sasenggoekan, bersama lagi aer matanja jang toeroen sabagi oedjan, membikin ia tida bisa memboekah soeara.

Baginda menggojang lontjeng.

Baron de Goffinet terbirit-birit dateng mengamperi.

„Anteri poetri kaloear.”

Toewan Goffinet laloe adjak pada Stephanie sembari memboedjoek.

„Toewan jang amat berboedi,” kata poetri kamoedian dengen soeara didalem leher: „Lagi sakali akoe membilang banjak trima kasi, atas apa jang" kaoe telah berboeat pada permeisoeri. Kaoe soeda menoeloeng dan menghiboerken pada iboekoe dengen sagenap liati ! Itoe akoe tida nanti loepa sampe di achirnja djaman!”

Dengen sedih sekali poetri berpisah pada toewan baron, jang sakean lama telah tinggal satia mendjadi ia poenja sobat. Kerna ia tida di'idjinkeh tinggal lebi lama, aken liat lagi sakali iboenja poenja roepa.

Selang bebrapa hari permeisoeri dikoeboer. Aken tetapi, samantara orang lagi bikin sembajang dengen oepatjara dalem gredja St. Gudule, Sri Maha Radja Leopold II brangkat ka kota Paris.