Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001/Penjelasan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001
Penjelasan
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG
MEREK

I. UMUM

Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini Merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi Merek, diperlukan penyempurnaan Undang-undang Merek yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-undang Merek-lama, dengan satu Undang-undang tentang Merek yang baru. Beberapa perbedaan yang menonjol dalam Undang-undang ini dibandingkan dengan Undang-undang Merek-lama antara lain menyangkut proses penyelesaian Permohonan. Dalam Undang-undang ini pemeriksaan substantif dilakukan setelah Permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya Permohonan. Dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah Permohonan tersebut disetujui atau ditolak, dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap Permohonan yang telah disetujui untuk didaftar. Sekarang jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang-undang Merek-lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu penyelesaian Permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Berkenaan dengan Hak Prioritas, dalam Undang-undang ini diatur bahwa apabila Pemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan yang pertama kali menimbulkan Hak Prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya Hak Prioritas, Permohonan tersebut diproses seperti Permohonan biasa tanpa menggunakan Hak Prioritas. Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya Permohonan yang merupakan kerugian bagi Pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat membantu Pemohon untuk mengetahui lebih jelas alasan penolakan Permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa Permohonan akan ditolak. Selain perlindungan terhadap Merek Dagang dan Merek Jasa, dalam Undang-undang ini diatur juga perlindungan terhadap indikasi-geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor lingkungan geografis, termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Selain itu juga diatur mengenai indikasi-asal. Selanjutnya, mengingat Merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian/dunia usaha, penyelesaian sengketa Merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa Merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa Merek seperti juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan khusus untuk masalah Merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual lain, juga dikenal di beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam Undang-undang ini pun pemilik Merek diberi upaya perlindungan hukum yang lain, yaitu dalam wujud Penetapan Sementara Pengadilan untuk melindungi Mereknya guna mencegah kerugian yang lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, dalam Undang-undang ini dimuat ketentuan tentang Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dengan Undang-undang ini terciptalah pengaturan Merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Merek-lama, yang substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-undang ini.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Kecuali secara tegas dinyatakan lain, yang dimaksud dengan pihak dalam pasal ini dan pasal-pasal selanjutnya dalam Undang-undang ini adalah seseorang, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum.
Pasal 4
Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Contohnya, Merek Dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi iktikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru Merek Dagang yang sudah dikenal tersebut.
Pasal 5
Huruf a
Termasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketenteraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.
Huruf b
Tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.
Huruf c
Salah satu contoh Merek seperti ini adalah tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik umum. Oleh karena itu, tanda itu tidak dapat digunakan sebagai Merek.
Huruf d
Merek tersebut berkaitan atau hanya menyebutkan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, contohnya Merek Kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
Huruf b
Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan nama badan hukum adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek dan terdaftar dalam Daftar Umum Merek.
Huruf b
Yang dimaksud dengan lembaga nasional termasuk organisasi masyarakat ataupun organisasi sosial politik.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Pada prinsipnya Permohonan dapat dilakukan untuk lebih dari satu kelas barang dan/atau kelas jasa sesuai dengan ketentuan Trademark Law Treaty yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemilik Merek yang akan menggunakan Mereknya untuk beberapa barang dan/atau jasa yang termasuk dalam beberapa kelas yang semestinya tidak perlu direpotkan dengan prosedur administrasi yang mengharuskan pengajuan Permohonan secara terpisah bagi setiap kelas barang dan/atau kelas jasa yang dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Ketentuan ini berlaku pula bagi Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kepentingan negara yang hanya menjadi salah satu anggota dari Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883 (sebagaimana telah beberapa kali diubah) atau Agreement Establishing the World Trade Organization.
Pasal 12
Ayat (1)
Bukti Hak Prioritas berupa surat permohonan pendaftaran beserta tanda penerimaan permohonan tersebut yang juga memberikan penegasan tentang tanggal penerimaan permohonan. Dalam hal yang disampaikan berupa salinan atau fotokopi surat atau tanda penerimaan, pengesahan atas salinan atau fotokopi surat atau tanda penerimaan tersebut diberikan oleh Direktorat Jenderal apabila Permohonan diajukan untuk pertama kali.
Ayat (2)
Terjemahan dilakukan oleh penerjemah yang disumpah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tanggal pengiriman adalah tanggal pengiriman berdasarkan stempel pos.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Tanggal Penerimaan dikenal dengan filing date. Tanggal Penerimaan mungkin sama dengan tanggal pengajuan Permohonan apabila seluruh persyaratan dipenuhi pada saat pengajuan Permohonan. Kalau pemenuhan kelengkapan persyaratan baru terjadi pada tanggal lain sesudah tanggal pengajuan, tanggal lain tersebut ditetapkan sebagai Tanggal Penerimaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan jenjang adalah jenjang kepangkatan pejabat fungsional sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sarana khusus yang disediakan oleh Direktorat Jenderal mencakup antara lain papan pengumuman. Jika keadaan memungkinkan, sarana khusus itu akan dikembangkan dengan antara lain, mikrofilm, mikrofiche, CD-ROM, internet dan media lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Permohonan banding hanya terbatas pada alasan atau pertimbangan yang bersifat substantif, yang menjadi dasar penolakan tersebut. Dengan demikian banding tidak dapat diminta karena alasan lain, misalnya karena dianggap ditariknya kembali Permohonan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Alasan, penjelasan, atau bukti yang disertakan dalam permohonan banding harus bersifat pendalaman atas alasan, penjelasan atau bukti yang telah atau yang seharusnya telah disampaikan. Ketentuan ini perlu untuk mencegah timbulnya kemungkinan banding digunakan sebagai alat untuk melengkapi kekurangan dalam Permohonan karena untuk melengkapi persyaratan telah diberikan dalam tahap sebelumnya.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Banding bekerja secara mandiri (independen) berdasarkan keahlian dan tidak dapat dipengaruhi oleh pihak mana pun.
Ayat (2)
Ahli yang dapat diangkat sebagai anggota Komisi Banding dapat berasal dari kalangan pemerintah ataupun swasta. Yang dimaksud dengan Pemeriksa senior adalah Pemeriksa yang telah memiliki pengalaman yang cukup dalam melaksanakan pemeriksaan Permohonan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Ketentuan bahwa jumlah anggota majelis Komisi Banding berjumlah ganjil agar apabila terjadi perbedaan pendapat, putusan dapat diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Berbeda dari Undang-undang Merek-lama, dalam Undang-undang ini jangka waktu untuk mengajukan permohonan perpanjangan paling cepat 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan Merek tersebut sampai dengan tanggal berakhirnya perlindungan Merek. Hal itu dimaksudkan sebagai kemudahan bagi pemilik Merek.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, misalnya kepemilikan Merek karena pembubaran badan hukum yang semula pemilik Merek.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dokumen yang dimaksud antara lain Sertifikat Merek dan bukti lainnya yang mendukung pemilikan hak tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Penentuan bahwa akibat hukum tersebut baru berlaku setelah pengalihan hak atas Merek dicatat dalam Daftar Umum Merek dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan dan mewujudkan kepastian hukum.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengalihan hak atas Merek Jasa pada ayat ini hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan, baik dari pemilik Merek maupun pemegang Merek atau penerima Lisensi, untuk menjaga kualitas jasa yang diperdagangkannya. Untuk itu, perlu suatu pedoman khusus yang disusun oleh pemilik Merek (pemberi Lisensi atau pihak yang mengalihkan Merek tersebut) mengenai metode atau cara pemberian jasa yang dilekati Merek tersebut.
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Dalam hal pemilik Merek terdaftar tidak menggunakan sendiri Mereknya dalam perdagangan barang atau jasa di Indonesia, penggunaan Merek tersebut oleh penerima Lisensi sama dengan penggunaan oleh pemilik Merek terdaftar yang bersangkutan. Hal itu berkaitan dengan kemungkinan penghapusan pendaftaran Merek yang tidak digunakan dalam perdagangan barang atau jasa dalam waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dengan adanya ketentuan antara lain mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya, terkandung pengertian adanya persyaratan yang harus diikuti oleh pihak yang ikut menggunakan Merek Kolektif yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Indikasi-geografis adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya kualitas, reputasi dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut. Tanda yang digunakan sebagai indikasi-geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama yang karena pemakaian secara terus-menerus sehingga dikenal sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Perlindungan indikasi-geografis meliputi barang-barang yang dihasilkan oleh alam, barang hasil pertanian, hasil kerajinan tangan; atau hasil industri tertentu lainnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk mendaftarkan indikasi-geografis dan lembaga itu merupakan lembaga Pemerintah atau lembaga resmi lainnya seperti koperasi, asosiasi dan lain-lain.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pemakaian terakhir adalah penggunaan Merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat.
Huruf b
Ketidaksesuaian dalam penggunaan meliputi ketidaksesuaian dalam bentuk penulisan kata atau huruf atau ketidaksesuaian dalam penggunaan warna yang berbeda.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan antara lain: jaksa, yayasan/ lembaga di bidang konsumen, dan majelis/lembaga keagamaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum adalah sama dengan pengertian sebagaimana terdapat dalam penjelasan Pasal 5 huruf a. Termasuk pula dalam pengertian yang bertentangan dengan ketertiban umum adalah adanya iktikad tidak baik.
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam Undang-undang ini diatur ketentuan mengenai kemungkinan menggunakan sebagian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Direktorat Jenderal yang berasal dari semua biaya yang berhubungan dengan Merek. Yang dimaksud dengan menggunakan penerimaan adalah pemakaian PNBP berdasarkan sistem dan mekanisme yang berlaku. Dalam hal ini seluruh penerimaan disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian Direktorat Jenderal melalui Menteri mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk menggunakan sebagian PNBP sesuai dengan keperluan yang dibenarkan oleh undang-undang, yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43)
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Ketua Pengadilan Niaga adalah Ketua Pengadilan Negeri di tempat Pengadilan Niaga itu berada.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan panitera dalam Undang-undang ini adalah panitera pada Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan juru sita adalah juru sita pada Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan berkas perkara kasasi adalah permohonan kasasi, memori kasasi, dan/atau kontra memori kasasi serta dokumen lain.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Huruf a
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar sehingga Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan penetapan sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar Hak atas Merek ke jalur perdagangan termasuk tindakan importasi. Terhadap penetapan sementara tersebut, tidak dapat dilakukan upaya hukum banding atau kasasi.
Huruf b
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pihak pelanggar menghilangkan barang bukti.
Pasal 86
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan bukti kepemilikan Merek adalah Sertifikat Merek. Dalam hal pemohon penetapan adalah penerima Lisensi, bukti tersebut dapat berupa surat pencatatan perjanjian Lisensi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Keterangan tersebut berupa uraian jenis barang atau jenis jasa yang diduga sebagai produk hasil pelanggaran Merek.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Besarnya jaminan sebanding dengan nilai barang atau nilai jasa yang dikenai penetapan sementara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam hal uang jaminan berupa jaminan bank, hakim memerintahkan agar jaminan tersebut dicairkan dalam bentuk uang tunai.
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4131