Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974

Halaman ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikisumber.
Baca halaman bantuan ini sebelum mulai merapikan. Setelah dirapikan, Anda dapat menghapus pesan ini.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 (UU/1974/5)  (1974) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



Tentang:POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang ;

a.bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 83; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2778), tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;


b.bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber hukum bagi seluruh perangkat Negara ;


c.bahwa sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kedudukan Pemerintah Daerah sejauh mungkin diseragamkan;


d.bahwa untuk menjamin terselenggaranya tertib pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dibagi atas daerah besar dan daerah kecil, baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat administratip ;


e.bahwa dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan Bangsa, maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan, diarahkan pada pelaksanaan otonomi Daerah yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah dan dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi ;


f.bahwa penyelenggaraan pemerintahan di daerah, selain didasarkan pada azas desentralisasi dan azas dekonsentrasi juga dapat diselenggarakan berdasarkan azas tugas pembantuan;


g.bahwa untuk mengatur yang dimaksud di atas, perlu ditetapkan Undang- undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.

Mengingat :

1.Pasal-pasal 5 ayat (1), 18, dan 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ;

  • 4595 2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;

3.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-produk yang berupa Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia ;

4.Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2671) ;

5.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 37; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2901);

6.Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2915).

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH.

BAB I

PENGERTIAN - PENGERTIAN

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

a.Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta pembantu-pembantunya ;

b.Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya ;


c.Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;


d.Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya ; *4596 e.Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;


f.Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabatnya di daerah:


g.Wilayah Administratip, selanjutnya disebut Wilayah, adalah lingkungan kerja perangkat Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah;


h.Instansi Vertikal adalah perangkat deri Departemen-departemen atau Lembaga-lembaga Pemerintah bukan Departemen yang mempunyai lingkungan kerja di Wilayah yang bersangkutan ;


i.Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mensahkan, membatalkan dan menangguhkan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, yaitu Menteri Dalam Negeri bagi Daerah Tingkat I dan Gubernur Kepala Daerah bagi Daerah Tingkat II, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

j.Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, kordinasi, pengawasan, dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu lnstansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah ;

k.Polisi Pamong Praja adalah perangkat Wilayah yang bertugas membantu Kepala Wilayah dalam menyelenggarakan pemerintahan khususnya dalam melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajiban di bidang pemerintahan umum.

BAB II

PEMBAGIAN WILAYAH

Pasal 2

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah-daerah Otonom dan Wilayah-wilayah Administratip.

BAB III

DAERAH OTONOM

Bagian Pertama Pembentukan dan Susunan

Pasal 3

(1)Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.

  • 4597 (2)Perkembangan dan pengembangan otonomi selanjutnya didasarkan pada kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan Nasional.

Pasal 4

(1)Daerah dibentuk dengan memperhatiakn syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan Nasional, dan syarat-syarat lain yang memungkinkan Daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik, dan kesatuan Bangsa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggungjawab.

(2)Pembentukan, nama, batas, ibukota, hak dan wewenang urusan serta modal pangkal Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan Undang-undang.

(3)Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, perubahan nama Daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukotanya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5

Dengan Undang-undang, suatu Daerah dapat dihapus apabila ternyata syarat-syarat dimaksud Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini sudah tidak terpenuhi lagi sehingga tidak mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Pasal 6

Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, mengingat pertumbuhan dan perkembangannya dapat mempunyai dalam wilayahnya susunan pemerintahan dalam bentuk lain yang sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, yang pengaturannya ditetapkan dengan Undang-undang.

Bagian Kedua Otonomi Daerah

Pasal 7

Daerah berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

(1)Penambahan penyerahan urusan pemerintahan kepada Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2)Penambahan penyerahan urusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, disertai perangkat, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaannya.

Pasal 9

Sesuatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dapat ditarik kembali dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat. *4598 Pasal 10

(1)Untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Presiden tentang hal-hal yang dimaksud dalam, Pasal-pasal 4, 5, 8, dan 9 Undang- undang ini dibentuk Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.

(2)Pengaturan mengenai Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan..

Pasal 11

(1)Titik berat Otonomi Daerah diletakkan pada Daerah Tingkat II.

(2)Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga Tugas Pembantuan

Pasal 12

(1)Dengan peraturan perundang-undangan, Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan.

(2)Dengan Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan.

(3)Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, disertai dengan pembiayaannya.

Bagian Keempat Pemerintah Daerah

Pasal 13

(1)Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(2)Dalam menyelenggarakan pemerintahan Daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan Dinas-dinas Daerah.

Bagian Kelima Kepala Daerah

Paragrap 1 Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 14

Yang dapat diangkat menjadi Kepala Daerah ialah Warganegara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a.taqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa ; b.setia dan taat kepada PANCASILA dan Undang-Undang Dasar *4599 1945; c.setia dan taat kepada Nega dan Pemerintah ; d.tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam setiap kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti gerak an G-30-S/PKI dan atau Organisasi terlarang lainnya ; e.mempunyai rasa pengabdian terhadap Nusa dari Bangsa ; f.mempunyai kepribadian dan kepemimpinan ; g.berwibawa ; h.jujur ; i.cerdas, berkemampuan, dan trampil ; j.adil ; k.tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti ;

1.sehat jasmani dan rokhani ; m.berumur sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun bagi Kepala Daerah Tingkat I dan 30 (tiga puluh) tahun bagi Kepala Daerah Tingkat II ; n.mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pemerintahan ; o.berpengetahuan yang sederajat dengan Perguruan Tinggi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat dipersamakan dengan Sarjana Muda bagi Kepala Daerah Tingkat I dan berpengetahuan sederajat dengan Akademi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat dipersamakan dengan Sekolah Lanjutan Atas bagi Kepala Daerah Tingkat II.

Pasal 15

(1)Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/ Pimpinan Fraksi-fraksi depan Menteri Dalam Negeri.

(2)Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.

(3)Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 16

(1)Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah.

(2)Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya. *4600 (3)Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 17

(1)Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali, untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(2)Kepala Daerah adalah Pejabat Negara.

Pasal 18

(1)Sebelum memangku jabatannya Kepala Daerah diambil sumpahnya/ janjinya dan dilantik oleh :

a.Presiden bagi Kepala Daerah Tingkat I ; b.Menteri Dalam Negeri bagi Kepala Daerah Tingkat II.

(2)Presiden dapat menunjuk Menteri Dalam Negeri untuk mengambil sumpah/janji dan melantik Kepala Daerah Tingkat I atas nama Presiden.

(3)Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Kepala Daerah untuk mengambil sumpah/janji dan melantik Kepala Daerah Tingkat II atas nama Menteri Dalam Negeri.

(4)Susunan kata-kata sumpah/janji yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, adalah sebagai berikut : "Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi Kepala Daerah, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau menjanjikan atau akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung ataupun tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Daerah dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan PANCASILA sebagai dasar dan ideologi Negara, bahwa saya senantiasa akan menegakkan Undang-Undang Dasar 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mengutamakan kepentingan Negara dan Daerah daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau sesuatu golongan dan akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, Daerah, dan martabat Pejabat Negara.

Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga membantu memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia pada umumnya dan memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia di Daerah pada khususnya dan akan setia kepada Bangsa dan *4601 Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(5)Tatacara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan bagi Kepala Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

Kedudukan, kedudukan keuangan, dan hak kepegawaian lainnya bagi Kepala Daerah, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

Kepala Daerah dilarang :

a.dengan sengaja melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan kepentingan Negara, Pemerintah, Daerah, dan atau Rakyat ; b.turut serta dalam sesuatu perusahaan ; c.melakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang memberikan keuntungan baginya dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan. Daerah yang bersangkutan ; d.menjadi advokat atau kuasa dalam perkara di muka Pengadilan.

Pasal 21

Kepala Daerah berhanti atau diberhentikan oleh pejabat yang berhak mengangkat, karena :

a.meninggal dunia ; b.atas permintaan sendiri ; c.berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Kepala Daerah yang baru. d.melanggar sumpah/janji yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang ini ; e.tidak lagi memenuhi sesuatu syarat yang dimaksud dalam Pasal 14 Undang-undang ini ; f.melanggar ketentuan yang dimaksud dalam pasal 20 Undang-undang ini ; g.sebab-sebab lain.

Paragrap 2 Hak, Wewenang dan Kewajiban

Pasal 22

(1)Kepala Daerah menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan Daerah.

(2)Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Daerah menurut hierarkhi bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

(3)Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Daerah berkewajiban memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oteh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(4)Pedoman tentang pemberian keterangan pertanggung jawaban yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. *4602 Pasal 23

(1)Kepala Daerah mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.

(2)Apabila dipandang, perlu Kepala Daerah dapat menunjuk seorang kuasa atau lebih untuk mewakilinya.

Bagian Keenam Wakil Kepala Daerah

Pasal 24

(1)Wakil Kepala Daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.

(2)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Gubernur Kepala Daerah mengajukan calon Wakil Kepala Daerah Tingkat I kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

(3)Wakil Kepala Daerah Tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.

(4)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah mengajukan calon Wakil Kepala Daerah Tingkat II kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah.

(5)Pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah dilakukan menurut kebutuhan.

(6)Wakil Kepala Daerah adalah Pejabat Negara.

(7)Ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal-pasal 14, 19, 20 dan 21 Undang-undang ini berlaku juga untuk Wakil Kepala Daerah.

(8)Wakil Kepala Daerah diambil sumpahnya/janjinya dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi Wakil Kepala Daerah Tingkat I dan oleh Gubernur Kepala Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri bagi Wakil Kepala Daerah Tingkat II.

(9)Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (4) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peaturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 25

(1)Wakil Kepala Daerah membantu Kepala Daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sehari-hari sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(2)Apabila Kepala Daerah berhalangan, Wakil Kepala Daerah menjalankan tugas dan wewenang Kepala Daerah sehari-hari.

Pasal 26

  • 4603 Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri diatur tentang penjabat yang mewakili Kepala Daerah dalam hal Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan.

Bagian Ketujuh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Paragrap I Umum

Pasal 27

Susunan, keanggotaan, dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, begitu juga sumpah/janji, masa keanggotaan, dan larangan rangkapan jabatan bagi Anggota-anggotanya diatur dengan Undang-undang.

Pasal 28

(1)Kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota bewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur denpn Peraturan Daerah.

(2)Kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini dibuat sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(4)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

Paragrap 2 Hak dan Kewajiban

Pasal 29

(1)Untuk dapat melaksanakan fungsinya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai hak :

a.Anggaran; b.mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; c.meminta keterangan; d.mengadakan perubahan; e.mengajukan pernyataan pendapat; f.prakarsa; g.penyelidikan.

(2)Cara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f pasal ini, diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(3)Cara pelaksanaan hak penyelidikan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf g pasal ini, diatur dengan Undang-undang.

Pasal 30

Kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah : *4604 a.mempertahankan, mengamankan, serta mengamalkan PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945 ; b.menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekwen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c.bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah ; d.memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan Rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.

Paragrap 3 Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 31

(1)Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun.

(2)Kecuali yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima jumlah Anggota atau atas permintaan Kepala Daerah, Ketua memanggil Anggota-anggota untuk bersidang dalam waktu 1 (satu) bulan setelah permintaan itu diterima.

(3)Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersidang atas panggilan Ketua.

(4)Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1), (2) dan (3) pasal ini diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 32

(1)Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada dasarnya bersifat terbuka untuk umum.

(2)Atas permintaan Kepala Daerah, atau atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima jumlah Anggota atau apabila dipandang perlu oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dapat diadakan rapat tertutup.

(3)Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali mengenai :

a.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perhitungannya; b.penetapan, perubahan, dan penghapusan pajak dan retribusi ; c.hutang piutang dan menanggung pinjaman ; d.perusahaan Daerah ; e.pemborongan pekerjaan, jual beli barang-barang, dan pemborongan pengangkutan tanpa mengadakan penawaran umum ; f.penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya ; g.persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai ; *4605 h.pemilihan Ketua dan Wakil Ketua dan pelantikan Anggota baru Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(4)Semua yang hadir dalam rapat tertutup wajib merahasiakan segala hal yang dibicarakan dan kewajiban itu berlangsung terus baik bagi Anggota maupun pegawai/pekerja yang mengetahui halnya dengan jalan apapun, sampai Dewan membebaskannya.

Pasal 33

(1)Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak dapat dituntut dimuka Pengadilan karena pernyataan-pernyataan yang dikemukakan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik dalam rapat terbuka maupun dalam rapat tertutup, yang diajukan secara lisan maupun tertulis kepada Pimpinan Dewan Perwakilna Rakyat Daerah, Kepala Daerah atau Pemerintah, kecuali jika dengan pernyataan itu ia membocorkan apa yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan-ketentuan mengenai pengumuman rahasia Negara dalam BUKU KEDUA BAB I Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

(2)Tatacara tindakan kepolisian terhadap Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Undang-undang.

Pasal 34

(1)Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(2)Peraturan Tata Tertib yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

Paragrap 4

Ketentuan apabila Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak dapat menjalankan Fungsi dan Kewajibannya.

Pasal 35

(1)Apabila ternyata Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I melalaikan atau karena sesuatu hal tidak dapat menjalankan fungsi dan kewajibannya sehingga dapat merugikan Daerah atau Negara, setelah mendengar pertimbangan Gubernur Kepala Daerah, Menteri Dalam Negeri menentukan cara bagaimana hak, wewenang, dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu dijalankan.

(2)Bagi Daerah Tingkat II penentuan cara yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan.

Paragrap 5 Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 36

  • 4606 (1)Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah unsur staf yang membantu Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menyelenggarakan tugas dan kewajibannya.

(2)Pembentukan, susunan organisasi, dan formasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

Pasal 37

(1)Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(2)Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.

(3)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Gubernur Kepala Daerah mengajukan calon Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I kepada Menteri Dalam Negeri.

(4)Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II diangkat oleh Gubernur Kepala Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan.

(5)Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah mengajukan calon Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II kepada Gubernur Kepala Daerah.

(6)Persyaratan dan tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (2), (3), (4) dan (5) pasal ini diatur dengan Peraturan Manteri Dalam Negeri.

Bagian Kedelapan Peraturan Daerah

Pasal 38

Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan Peraturan Daerah.

Pasal 39

(1)Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya.

(2)Peraturan Daerah tidak boleh mengatur sesuatu hal yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya.

(3)Peraturan Daerah tidak boleh mengatur sesuatu hal yang *4607 termasuk urusan rumah tangga Daerah tingkat bawahnya.

Pasal 40

(1)Peraturan Daerah diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah yang bersangkutan.

(2)Peraturan Daerah mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah yang bersangkutan.

(3)Peraturan Daerah yang tidak memerlukan pengesahan mulai berlaku pada tanggal yang ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.

(4)Peraturan Daerah yang memerlukan pengesahan mulai berlaku pada tanggal pengundangannya atau pada tanggal yang ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.

(5)Peraturan Daerah yang memerlukan pengesahan tidak boleh diundangkan sebelum pengesahan itu diperoleh atau sebelum jangka waktu yang ditentukan untuk pengesahannya berakhir.

Pasal 41

(1)Peraturan Daerah Tingkat I dan Peraturan Daerah Tingkat II dapat memuat ketentuan ancaman pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.50.000,-(Limapuluh ribu- rupiah) dengan atau tidak dengan merampas barang tertentu untuk Negara, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

(3)Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.

Pasal 42

(1)Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.

(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

Pasal 43

(1)Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah, dilakukan oleh alat-alat penyidik dan penuntut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)Dengan Peraturan Daerah dapat ditunjuk Pegawai-pegawai Daerah yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah.

Pasal 44

  • 4608 (1)Bentuk Peraturan Daerah ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri.

(2)Peraturan Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah dan ditandatangani serta oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 45

Kepala Daerah dapat menetapkan Keputusan Kepala Daerah untuk melaksanakan Peraturan Daerah atau urusan-urusan dalam rangka tugas pembantuan.

Bagian Kesembilan Badan Pertimbangan Daerah

Pasal 46

(1)Di Daerah dibentuk Badan Pertimbangan Daerah yang keanggotaannya terdiri dari Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan unsur Fraksi-fraksi yang belum terwakili dalam Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(2)Badan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini bertugas untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Daerah.

(3)Pembentukan, jumlah Anggota dan tata kerja Badan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Bagian Kesepuluh Sekretariat Daerah

Pasal 47

(1)Sekretariat Daerah adalah unsur staf yang membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan Daerah.

(2)Pembentukan, susunan organisasi dan formasi Sekretariat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang,

Pasal 48

(1)Sekretariat Daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah.

(2)Sekretaris Daerah Tingkat I diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan atas usul Gubernur Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3)Sekretaris Daerah tingkat II diangkat oleh Gubernur Kepala Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan atas usul Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. *4609 (4)Persyaratan dan tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (3) pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

(5)Apabila Sekretaris Daerah berhalangan menjalankan tugasnya, maka tugas Sekretaris Daerah dijalankan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

Bagian Kesebelas Dinas Daerah

Pasal 49

(1)Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah.

(2)Pembentukan susunan organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

Bagian Keduabelas Kepegawaian

Pasal 50

(1)Pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gaji, pensiun, uang tunggu, dan hal-hal lain mengenai kedudukan hukum Pegawai Daerah, diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

Pasal 51

(1)Pegawai Negeri dari sesuatu Departemen dapat diperbantukan atau dipekerjakan kepada Daerah, dengan Keputusan Menteri atas permintaan Kepala Daerah yang bersangkutan.

(2)Dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat dan hubungan kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan dengan perangkat Daerah sepanjang diperlukan.

Pasal 52

(1)Pegawai Daerah Tingkat I dapat diperbantukan atau dipekerjakan kepada Daerah Tingkat II dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I, atas permintaan Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

(2)Dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat dan hubungan kerja Pegawai Daerah yang bersangkutan dengan perangkat Daerah Tingkat II sepanjang diperlukan.

Pasal 53

  • 4610 Semua pegawai, baik Pegawai Negeri maupun Pegawai Daerah, yang diperbantukan atau dipekerjakan kepada sesuatu Daerah berada di bawah pimpinan Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 54

(1)Pembinaan kepegawaian terhadap Pegawai Daerah di atur oleh Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)Pembinaan kepegawaian terhadap Pegawai Negeri yang diperbantukan atau dipekerjakan kepada Daerah di atur dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketigabelas Keuangan Daerah

Paragrap 1 Pendapatan Daerah

Pasal 55

Sumber pendapatan Daerah adalah :

a.Pendapatan asli Daerah sendiri, yang terdiri dari :

1.hasil pajak Daerah ;

2.hasil retribusi Daerah ;

3.hasil perusahaan Daerah ;

4.lain-lain hasil usaha Daerah yang sah.


b.Pendapatan berasal dari pemberian Pemerintah yang terdiri dari :

1.sumbangan dari Pemerintah;

2.sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan ;


c.Lain-lain pendapatan yang sah.

Pasal 56

Dengan Undang-undang sesuatu pajak Negara dapat diserahkan kepada Daerah.

Pasal 57

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Daerah diatur dengan Undang-undang.

Pasal 58

(1)Dengan Undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang pajak dan retribusi Daerah.

(2)Dengan Peraturan Daerah ditetapkan pungutan pajak dan retribusi Daerah.

(3)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, menurut cara yang diatur dalam Undang-undang dan tidak boleh berlaku surut. *4611 (4)Pengembalian atau pembebasan pajak Daerah dan atau retribusi Daerah hanya dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah.

Pasal 59

(1)Pemerintah Daerah dapat mengadakan Perusahaan Daerah yang penyelenggaraan dan pembinaannya dilakukan berdasarkan azas ekonomi perusahaan.

(2)Dengan Undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang Perusahaan Daerah.

Pasal 60

(1)Dengan Peraturan Daerah dapat diadakan usaha-usaha sebagai sumber pendapatan Daerah.

(2)Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

Pasal 61

(1)Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat membuat Keputusan untuk mengadakan hutang-piutang atau menanggung pinjaman bagi kepentingan dan atas beban Daerah.

(2)Dalam Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan juga sumber pembayaran bunga dan angsuran pinjaman itu serta cara pembayarannya.

(3)Keputusan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan Menteri Dalam Negeri.

Paragrap 2

Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan serta Barang-barang Milik Daerah

Pasal 62

(1)Kepala Daerah menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Daerah berdasarkan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(2)Uang Daerah disimpan pada Kas Daerah atau Bank Pembangunan Daerah.

(3)Selama belum ada Kas Daerah atau Bank Pembangunan Daerah, atas permintaan Pemerintah Daerah, Menteri Keuangan dapat menugaskan Kas Negara atau Bank Pemerintah tertentu untuk melaksanakan pekerjaan mengenai penerimaan, penyimpanan, pembayaran atau penyerahan uang, surat bernilai uang dan atau barang untuk kepentingan Daerah.

Pasal 63

(1)Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk melayani *4612 kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan, kecuali dengan Keputusan Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(2)Penjualan dan penyerahan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hanya dapat dilakukan dimuka umum, kecuali apabila ditentukan lain dalam Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini.

(3)Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kepala Daerah dapat menetapkan Keputusan tentang :

a.penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya ; b.persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai ; c.tindakan hukum lain, mengenai barang milik atau hak Daerah .

(4)Keputusan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1), (2), dan (3) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 64

(1)Tahun anggaran Daerah adalah sama dengan tahun anggaran Negara.

(2)Dengan Peraturan Daerah, tiap tahun, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran tertentu, ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(3)Dengan Peraturan Daerah, tiap tahun, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran tertentu, ditetapkan perhitungan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran sebelumnya.

(4)Apabila Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada permulaan tahun anggaran yang bersangkutan belum mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang dan belum diundangkan, maka Pemerintah Daerah menggunakan anggaran tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan keuangannya.

(5)Pemerintah Daerah wajib berusaha mencukupi anggaran belanja rutin dengan pendapatan sendiri.

(6)Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perubahannya, sepanjang tidak dikuasakan sendiri oleh Anggaran itu, dilaksanakan sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

(7)Pengesahan atau penolakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh pejabat yang berwenang dapat dilakukan pos demi pos atau secara keseluruhan.

(8)Dengan Peraturan Pemerintah diatur ketentuan-ketentuan tentang cara:

a.penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b.pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan Daerah; *4613 c.penyusunan permtungan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(9)Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri diatur lebih lanjut cara melaksanakan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (8) pasal ini.

Bagian Keempatbelas Kerjasama dan Perselisihan Antar Daerah

Pasal 65

(1)Beberapa Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bersama untuk mengatur kepentingan Daerahnya secara bersama-sama.

(2)Peraturan Bersama yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, demikian pula mengenai perubahan dan pencabutannya, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

(3)Dalam hal tidak tercapai kata sepakat mengenai perubahan dan atau pencabutan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, maka pejabat yang berwenang mengambil keputusan.

(4)Menteri Dalam Negeri menetapkan Peraturan untuk melancarkan pelaksanaan kerjasama antar Pemerintah Daerah.

Pasal 66

(1)Perselisihan antar Pemerintah Daerah Tingkat I dan antara Pemerintah Daerah Tingkat I dengan Pemerintah Daerah Tingkat II dan perselisihan antar Pemerintah Daerah Tingkat II yang tidak terletak dalam Daerah Tingkat I yang sama diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri.

(2)Perselisihan antar Pemerintah Daerah Tingkat II yang terletak dalam Daerah Tingkat I yang sama, diselesaikan oleh Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.

Bagian Kelimabelas Pembinaan

Pasal 67

Menteri Dalam Negeri melaksanakan pembinaan dalam rangka penye lenggaraan pemerintahan Daerah untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya, baik mengenai urusan rumah tangga Daerah maupun mengenai urusan tugas pembantuan.

Bagian Keenambelas Pengawasan Paragrap 1 Pengawasan Prepentip

Pasal 68

Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditentukan bahwa Peraturar. Daerah dan Keputusan Kepala Daerah mengenai hal-hal tertentu, baru berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

  • 4614 Pasal 69

(1)Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang memerlukan pengesahan, dapat dijalankan sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, atau apabila setelah 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah tersebut, pejabat yang berwenang tidak mengambil sesuatu keputusan.

(2)Jangka waktu 3 (tiga) bulan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, oleh pejabat yang berwenang dapat diperpanjang 3 (tiga) bulan lagi, dengan memberitahukannya kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan sebelum jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berakhir.

(3)Penolakan pengesahan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, oleh pejabat yang berwenang diberitahukan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan disertai alasan-alasannya.

(4)Terhadap penolakan pengesahan yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, Daerah yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai saat pemberitahuan penolakan pengesahan itu diterima, dapat mengajukan keberatan kepada pejabat setingkat lebih atas dari pejabat yang menolak.

Paragrap 2 Pengawasan Represip

Pasal 70

(1)Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah tingkat atasnya ditangguhkan berlakunya atau dibatalkan oleh pejabat yang berwenang.

(2)Apabila Gubernur Kepala Daerah tidak menjalankan haknya untuk menangguhkan atau membatalkan Peraturan Daerah Tingkat II dan atau Keputusan Kepala Daerah Tingkat II sesuai dengan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, maka penangguhannya dan atau pembatalannya dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.

(3)Pembatalan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, karena bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah Tingkat atasnya, mengakibatkan batalnya semua akibat dari Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud, sepanjang masih dapat dibatalkan.

(4)Keputusan penangguhan atau pembatalan yang dimaksud dalam ayat- ayat (1) dan (2) pasal ini, disertai alasan-alasannya diberitahukan kepada Kepala Daerah yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sesudah tanggal keputusan itu.

(5)Lamanya penangguhan yang dinyatakan dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, tidak boleh melebihi 6 (enam) bulan dan sojak saat penangguhannya, Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan *4615 kehilangan kakuatan berlakunya.

(6)Jika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah pcnangguhan itu tidak disusul dengan keputusan pembatalannya, maka Peraturan Daerah dan atau Keputusan-Kepala Daerah itu memperolah kembali kekuatan berlakunya.

(7)Keputusan mengenai pembatalan yang dimaksud dalam ayat-ayat (4) dan (6) pasal ini, diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan atau Lembaran Daerah yang bersangkutan.

Paragrap 3 Pengawasan Umum

Pasal 71

(1)Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan umum atas jalannya pemerintahan Daerah.

(2)Menteri Dalam Negeri atau pejabat yang ditunjuk olehnya, mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan tentang segala hal mengenai pekerjaan Pemerintahan Daerah, baik mengenai urusan rumah tangga Daerah maupun mengenai urusan tugas pembantuan.

(3)Ketentuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, berlaku juga bagi Gubernur Kepala Daerah terhadap Pemerintah Daerah Tingkat II.

(4)Untuk kepentingan pengawasan umum, Pemerintah Daerah wajib memberikan keterangan yang diminta oleh para pejabat yang dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (3) pasal ini.

(5)Terhadap penolakan untuk memberikan keterangan yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah dapat mengambil tindakan yang dianggap perlu.

(6)Cara pengawasan umum yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

BAB IV

WILAYAH ADMINISTRATIP

Bagian Pertama Pembentukan dan Pembagian

(1)Dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Wilayah-wilayah Propinsi dan Ibu kota Negara.

(2)Wilayah Propinsi dibagi dalam Wilayah-wilayah Kabupaten dan Kota madya.

(3)Wilayah Kabupaten dan Kotamadya dibagi dalam Wilayah-wilayah Kecamatan.

  • 4616 (4)Apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, dalam Wilayah Kabupaten dapat dibentuk Kota Administratip yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 73

Apabila dipandang perlu, Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Pembantu Gubernur, Pembantu Bupati atau Pembantu Walikotamadya yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka dekonsentrasi.

Pasal 74

(1)Nama dan batas Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara.

(2)Nama dan batas Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Kabupaten atau Kotamadya.

(3)Ibukota Daerah Tingkat I adalah ibukota Wilayah Propinsi.

(4)Ibukota Daerah Tingkat II adalah ibukota Wilayah Kabupaten.

Pasal 75

Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 74 Undang-undang ini, maka pembentukan, nama, batas, sebutan, ibukota, dan penghapusan Wilayah Umumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Kepala Wilayah

Pasal 76

Setiap Wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah.

Pasal 77

Kepala Wilayah :

a.Propinsi dan Ibukota Negara disebut Gubernur; b.Kabupaten disebut Bupati; c.Kotamadya disebut Wahkotamadya; d.Kota Administratip disebut Walikota; e.Kecamatan disebut Camat.

Pasal 78

Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Wilayah:

a.Kecamatan bertanggungjawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya atau Kota Administratip yang bersangkutan b.Kota Administratip bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten yang bersangkutan ; c.Kabupaten atau Kotamadya bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Propinsi yang bersangkutan ; d.Propinsi atau Ibukota Negara bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

Pasal 79

  • 4617 (1)Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara.

(2)Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya.

(3)Ketentuan tentang pengangkatan dan pemberhentian Kepala Wilayah Kota Administratip dan Kepala Wilayah Kecamatan diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 80

Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa Tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang.

Pasal 81

Wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah adalah :

a.membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan, ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh Pemerintah ; b.melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah c.menyelenggarakan kordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya; d.membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah; e.mengusahakan secara terus-menerus agar segala peraturan-perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh Instansi-instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segata tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan; f.melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya; g.melaksanakan segala tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi lainnya.

Pasal 82

(1)Wakil Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara dan disebut Wakil Gubernur.

(2)Wakil Kepala Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya, dan disebut Wakil Bupati atau Wakil Walikotamadya.

Pasal 83

(1)Tindakan Kepolisian terhadap Kepala Wilayah Propinsi/Ibukota *4618 Negara hanya dapat dilakukan atas persetujuan Presiden.

(2)Hal-hal yang dikecualikan terhadap ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah:

a.tertangkap tangan melakukan sesuatu tindak pidana; b.dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman mati; c.dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang termaktub dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BUKU KEDUA BAB I.

(3)Tindakan kepolisian yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam sesudahnya harus dilaporkan kepada Jaksa Agung atau kepada Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata, yang pada gilirannya harus melaporkan kepada Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam.

(4)Tindakan kepolisian terhadap Kepala Wilayah lainnya dilakukan dengan memberitahukan sebelumnya kepada Kepala Wilayah atasan dari yang bersangkutan.

(5)Tindakan kepolisian yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini diberitahukan selambat-lambatnya 2 (dua) kali 24 (duapuluh empat) jam sesudahnya kepada Kepala Wilayah atasan dari yang bersangkutan, apabila menyangkut hal-hal yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini.

Bagian Ketiga Sekretariat Wilayah

Pasal 84

(1)Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Wilayah.

(2)Sekretaris Daerah karena jabatannya adalah Sekretaris Wilayah.

(3)Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) ini, susunan organisasi dan formasi Sekretariat Wilayah lainnya serta pengangkatan dan pemberhentian pejabatnya diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Keempat

Instansi Vertikal

Pasal 85

(1)Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Instansi Vertikal berada dibawah kordinasi Kepala Wilayah yang bersangkutan.

(2)Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Polisi Pamong Praja

Pasal 86

  • 4619 (1)Untuk membantu Kepala Wilayah dalam menyelenggarakan pemerintahan umum diadakan satuan Polisi Pamong Praja.

(2)Kedudukan, tugas, hak dan wewenang Polisi Pamong Praja yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3)Susunan organisasi dan formasi satuan Polisi Pamong Praja yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Keenam Pembiayaan

Pasal 87

(1)Pembiayaan kegiatan Kepala Wilayah, Sekretariat Wilayah dan Polisi Pamong Praja dibebankan pada anggaran belanja Departemen Dalam Negara.

(2)Sekretariat Wilayah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, adalah Sekretariat Wilayah yang dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) Undang-undang ini.

BAB V PEMERINTAHAN DESA

Pasal 88

Pengaturan tentang Pemerintahan Desa ditetapkan dengan Undang-undang.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 89

Ketentuan-ketentuan pokok tentang organisasi dan hubungan kerja perangkat Pemerintah di diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 90

Pola organisasi Pemerintah Daerah dan Wilayah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB VII

ATURAN PERALIHAN

Pasal 91

Pada saat berlakunya Undang-undang ini :

a.Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah Daerah Tingkat I dandaerah Tingkat II yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang ini ; *4620 b.Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang, undang ini dengan sebutan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya ;


c.Segala peraturan pemerintah yang telah ditetapkan atau dinyatakan berlaku berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, tetap berlaku selama belum dicabut atau diganti berdasarkan Undang-undang ini ;


d.Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan berdasarkan Undang-undang ini dan belum diatur pula dalam peraturan pelaksanaan dimaksud dalam huruf c pasal ini, maka diikuti instruksi petunjuk atau pedoman yang ada atau yang akan diadakan oleh Menteri Dalam Negeri sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini ;


e.Kepala Daerah beserta perangkatnya yang ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, tetap menjalankan tugasnya kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 92

Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 91 huruf a Undang-undang ini, maka pada saat berlakunya Undang-undang ini:

a.nama dan batas Daerah Tingkat I yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula nama dan batas Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) Undang-undang ini;


b.nama dan batas Daerah Tingkat II yang dimaksud dalam Undang- undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula nama dan batas Wilayah Kabupaten atau Kotamadya yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) Undang-undang ini;


c.ibukota Daerah Tingkat I yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula ibukota Wilayah Propinsi yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) Undang-undang ini;


d.ibukota Daerah Tingkat II yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, adalah pula ibukota Wilayah Kabupaten yang dimaksud dalam Pasal 74 ayat (4) Undang-undang ini;


e.Kecamatan yang ada sekarang, adalah Kecamatan yang dimaksud dalam ayat (3) Undang-undang ini.

BAB VIII

PENUTUP *4621 Pasal 93

Pada saat berlakunya Undang-undang ini, tidak berlaku lagi :

a.Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Peme-rintahan Daerah (Lembaran Negara Republikk Indonesia Tahun 1965 Nomor 83; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2778);


b.segala ketentuan yang bertentangan dan atau tidak sesuai dengan Undang-undang ini yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 94

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan : Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1974 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO JENDERAL TNI.

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1974 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

SUDHARMONO, SH.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1974 TENTANG PERUBAHAN NAMA KABUPATEN SURABAYA

I. PENJELASAN UMUM:

1.Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam lingkungan Daerah Tingkat I Jawa Timur disebutkan bahwa Kabupaten Surabaya adalah salah satu dari Kabupaten-kabupaten yang ada dalam Daerah Propinsi Jawa Timur yang Pemerintah Daerahnya berkedudukan di Gresik.

2.Dengan demikian ada perbedaan nama Kabupaten yaitu Surabaya dengan nama ibukotanya yaitu Gresik yang dalam perkembangannya akhir-akhir ini perbedaan tersebut secara psikhologis dirasakan sebagai sesuatu yang kurang serasi/tepat apalagi jika diingat bahwa kegiatan pemerintahannya tingkat Kabupaten Surabaya sebagian *4622 besar sudah berada di Gresik.

3.Penyesuaian nama Kabupaten dengan nama ibukotanya tentunya akan membawa pengaruh psikhologis yang positip kepada perangkat Pemerintah Daerah dan masyarakat yang bersangkutan dalam meningkatkan perkembangan dan pembangunan daerahnya.

4.Berhubung dengan itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Surabaya dengan keputusannya tanggal 20 Maret 1974 Nomor Perda/2/DPRD-II/74 telah mengusulkan agar nama Kabupaten Surabaya dirubah menjadi Kabupaten Gresik. Hal ini telah mendapat dukungan dari Bupati Kepala Daerah Kabupaten Surabaya dengan suratnya tanggal 25 Maret 1974 Nomor HK. 4105/30/III/74 yang kemudian oleh Gubernur Kepala Daerah Jawa Timur dengan suratnya tanggal 30 Maret 1974 Nomor Pem. II/2024/157/Ttpr telah diusulkan pula agar nama Kabupaten Surabaya dirubah menjadi Kabupaten Gresik.

5.Mengingat ketentuan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah Pasal 3 ayat (2) jo. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 menyatakan antara lain, bahwa perubahan nama sesuatu Daerah yang tidak mengakibatkan pembubaran sesuatu Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka perubahan nama Kabupaten Surabaya menjadi Kabupaten Gresik diatur pula dengan Peraturan Pemerintah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Cukup jelas.


CATATAN

DICETAK ULANG