Halaman:20 tahun G.K.B.I.pdf/288

Halaman ini tervalidasi

2. MERINTIS ORGANISASI:

Bagi pedagang² batik bangsa kita bahan² baku batik dibeli sendiri di Solo dan djuga batiknja didjual sendiri ke Solo. Di Ponorogo waktu itu kita sudah mengenal organisasi dari pedagang² baik jaitu „Batik Handel” jang dipelopori oleh antara lain: H. Moh. Djadjuli, Moh. Said dan Prawiro. Disamping itu dikenal pula organisasi „Batik kerij” jang dipelopori oleh antara lain: S. Ismail, K.H. Imam Subandi, Mbok H. Djauhari, H. Damanhuri, H. Hasjim, H. Djuned, H. Saleh. Waktu itu pengusaha batik di Ponorogo sudah ada lebih kurang 120 orang dan jang bisa berdiri sendiri lebih kurang 20% dan sisanja menerima upahan dari pedagang² batik jang tergabung dalam „Batik Bond” dan langsung dari pedagang² batik di Solo. Buruh batik di Ponorogo didatangkan dari Tulungagung. Akibat pesatnja batik tjap kasar di Ponorogo maka banjak batik² tjap di Jogja dan Solo berhenti karena tidak kuat bersaingan dengan pengusaha² batik Ponorogo. Akibatnja pembuatan batik tjap tambah mengalir ke Ponorogo jang dipesan oleh pedagang² batik Solo dan Jogja. Waktu itu produksi batik tjap Ponorogo bisa menghasilkan minimal 10 kodi sehari per-orang dan bahkan ada sampai 80 kodi sehari jang besar perusahaannja jaitu Tjina Kwee Seng sampai sekarang perusahaan batik Kwee Seng ini masih ada di Ponorogo. Pada tahun 1934 itu sedang ramainja pasaran batik, maka pedagang² batik jang tergabung dalam Batik Bond memungut simpanan dari anggotanja untuk membeli bus buat membawa batik dan bahan batik dari Ponorogo ke Solo pulang pergi. Tetapi bagaimanapun kuatnja disiplin organisasi kita, tembus djuga oleh pedagang² Tjina jang lebih kuat, baik dalam permodalan maupun pengetahuan dan fasilitas dari pemerintah dan Big Five waktu itu. Sedangkan pengusaha² batik Ponorogo jang kuat waktu itu telah dapat membeli bahan mori dengan harga golongan A berkat perdjuangan organisasi „Batik kerij”. Oleh karena sebagian besar dari pengusaha batik adalah menerima upahan dari pedagang² batik dan mereka mendjadi permainan dan objek spekulasi bagi pedagang² di Solo. Akibat permainan dari pedagang² batik dan pengusaha batik tetap berada dipihak jang lemah, maka oleh beberapa orang pengusaha batik antara lain: Subari, Takim, Moh. Said dan lain² diusahakan membentuk koperasi pada tahun 1938. Usaha ini tidak berdjalan lantjar karena kekurangan pengalaman dalam organisasi dan banjak halangan² dari pihak luar. Waktu

277