Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/32

Halaman ini tervalidasi

- 28 -

ngat. Berusaha dengan cara teratur dengan mempedomani petunjuk-petunjuk yang diberikan Pemerintah.

Mari kita kembali ke Kelok Talago sejenak! Ada sesuatu yang harus kita tinjau kembali.

Dari Kelok Talago itu kita lepas banglas dapat melihat dataran membentang dari utara ke selatan itu. Dengan barisan bukit yang sudah kita uraikan lebih dahulu ibarat bingkainya. Hamparan luas yang seumpama permadani mahaluas itu ialah sawah-sawah. Sawah-sawah itu ialah hasil 'taruko' nenek moyang zaman dahulu. Pabila hal itu terjadi tak tahulah kita. Mungkin satu abad, atau dua abad, atau beberapa abad yang silam.

Sudah sekian lama kita anak cucunya masih dapat merasakan nikmatnya. Dan kita manusia sekarang apap pula yang bakal kita wariskan kepada anak cucu kita dibelakang hari?

Manusia sekarang tak ada lagi meneruko sawah-sawah baru. Mungkin tak ada lagi tanah-tanah terluang yang dapat dijadikan persawahan yang baru. Jadi kita terpaksa mengandalkan pusaka nenek moyang kita saja. Padahal penduduk sudah berkembang biak.

Yang melambai-lambai dan me liuk-liuk itu. Itulah pohon-pohon kelapa. Sebahagian besar hasil tanaman nenek moyang pula. Namun ada juga di sela-sela oleh tanaman kelapa yang baru.

Dan hamparan hijau yang menyelimuti bukit barisan itu? Itulah hutan rimba belantara. Sudah ber abad-abad pula demikian. Malahan sudah ribuan tahun. Hutan itu penuh dengan bermacam-macam kayu. Bermacam-macam pula jenisnya.

Orang-orang memasuki hutan dan menebangi pohon-pohon itu. Mereka membuat pekayuan rumah. Mereka mengambil kayu api. Tak kunjung habisnya. Dan selalu saja hutan itu dikunjungi manusia yang memerlukan hasil-hasilnya. Jadi tidak kayu-kayuan saja. Mereka juga membabat hutan itu. Kemudian membuat ladang disana. Ada ladang gambir, ladang kopi dan dekat-dekat kampung juga