Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/33

Halaman ini tervalidasi

- 29 -

ladang tembakau.

Namun mengambil kayu-kayu di hutan itu ada juga batas-batasnya. Jangan sampai mendatangkan bahaya ' e r o s i '. Juga sumber air akan menjadi kurang malahan bisa kering sama sekali. Kalau tidak berpedoman pada peraturan itu air batang Mangkisi itu mungkin menjadi kering. Dan itu suatu malapetaka.

Kini di Kelok Talago itu sudah dibuat sebuah panorama. Dari sana jelas dapat dilihat apa-apa yang sudah Lis kisahkan diatas tadi dan yang sudah lalu.

Disebelah belakang kita kelihatan sebuah gunung berpuncak tiga. Itulah gunung Sago. Pada salah satu lerengnya terdapat padang rumput yang amat luas. Disana dibangun sebuah peternakan ditempat yang bernama Padang Mengatas. Peternakan itu sudah ada semenjak pemerintahan Kolonial Belanda. Ratusan ekor lembu dipelihara disana. Tetapi pemerintah sekarang lebih hebat lagi. Seekor lembu betina bisa menjadi bunting hanya dengan suntikan saja.

Penduduk desa juga memelihara ternak. Lembu, kerbau, kambing juga jenis unggas seperti ayam dan itik. Tetapi tidak ada yang memelihara lembu sampai ratusan ekor, puluhanpun tidak. Memiliki kerbau dua belas ekor sudah terkata orang kaya.

Demikian pula kalau kita membuat peladangan. Sepuluh batang cengkeh akan memberi hasil. Tetapi seratus batang akan menghasilkan lebih banyak. Dan seribu batang akan menjadikan pemiliknya seorang jutawan. Jadi usaha itu janganlah tanggung tanggung.

Tanah yang baik untuk membuat ladang sudah berkurang. Yang masih terbuka lebar ialah di daerah hutan rimba itu. Tetapi hutan rimba itu jangan dikira tidak berpunya. Secara adat Minangkabau hutan rimba itu dinamakan ' t a n a h   u l a y a t '.

Kita tak boleh mengerjakan tanah rimba itu sesuka hati