Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/52

Halaman ini tervalidasi

- 48 -

lubang kampaan pada masa Tu' Layau.

"Kalian masuk kedalam sana, yaaa???!" kata mak lagi. Aduh, apa maksud mak ini? Apakah kami mau dikubur hidup-hidup? Di tangannya mak memegang sebuah obor yang terbuat dari botol bir. Obor itu sudah dipasangnya. Kami mulai mengerti. Rupanya mak mau menyulut semak-semak yang sudah kering itu.

Mak menumpuk-numpuk semak-semak itu dan membakarnya. Api mulai hidup mula-mula kecil saja. Kian lama kian besar dan merambat ke kiri kanannya. Asap mendulang ke udara dan apinya tambah membesar. Suara gemertak dan gemertup yang juga semakin keras dan menakutkan mulai membahana.

Kami berdempetan dalam lubang dan melihat ke arah api membakar daerah perladangan itu. Maklum belukar yang sudah kering mersik dalam sebentar saja api sudah merambat sepenuh ladang itu. Asapnya bergumpal-gumpal keudara dan kobaran api menjalar-jalar melalap apa yang ditemuinya dalam perladangan itu. Angin pun datang bertiup sehingga puncak-puncak api meliuk-liuk kesana kemari. Bagus tapi menakutkan. Pucuk-pucuk kayu yang masih tinggal mendayuk-dayuk di lambai-lambai api yang ber meter-meter tingginya. Kini daerah itu sudah merupakan lautan api kecil....

Seorang tua kelihatan duduk diatas batu hampar dibawah sana rupanya dia ikut menonton kobaran api itu. Atau membantu dengan doa-doanya supaya api jangan merambat ketempat lain. Sebab kadang-kadang memang terjadi api merambat keluar dari daerah ladang yang sedang dibakar. Dan bahaya besar mengancam. Daerah hutan itu akan musnah terbakar habis, tidak selembar lalangpun yang akan tinggal.

Tapi untunglah! Api tidak merambat ketempat yang lain. Rupanya sebelumnya antara daerah ladang dengan daerah disampingnya sudah dipisahkan dengan cara membersihkan perbatasannya.

Sesudah api padam tinggal bara-baranya lagi. Dan setumpak