Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/57

Halaman ini tervalidasi

- 53 -

Mak datang mendekati papa dengan tertawa.

"Tidak mau?" tanya mak.

"Api celaka," kata papa. "tak mau membakar unggunku. Sudah habis minyak setengah botol..."

"Bukannya api yang celaka," kata mak, "tetapi orangnya yang tak pandai membuat parunan... Harus begini,.... begitu,... ini,... itu,...." Mak memberi intruksi kepada papa. Papa terpaksa mengubah teknik parunannya.

Jadi dalam setiap pekerjaan harus diketahui lebih dahulu rahasianya atau cara dan tekniknya supaya pekerjaan itu berhasil. Dan pengalaman sangat penting dan berharga dalam sebuah pekerjaan. Papa belum punya pengalaman serupa itu. Kapan beliau seumur hidupnya melakukan pekerjaan semacam itu? Sehingga menemui kegagalan.

Mak memperhatikan onggokan parunan papa dan mengetahui dimana kesalahannya. Timbunannya kurang rapi. Onggokan ranting sebelah bawah jarang sehingga api sukar membakarnya.

"Onggokan ini harus diperbaiki," ujar mak, "kalau tidak, satu belekpun habis minyak takkan mau hidup....."

Papa kedengaran merengut. Ia terpaksa memeras keringat kembali memperbaiki kesalahannya supaya berhasil. Ternyata dalam soal parun memarun ini mak lebih pintar. Kini mak memberi petunjuk-petunjuk kepada papa. Onggokan yang salah tadi harus diulangi kembali dengan onggokan yang benar.

Mula-mula disusun ranting-ranting yang agak kecil dan kering disebelah bawah. Sebelah atasnya baru disusun potongan-potongan kayu yang lebih besar. Ini dinamakan 'alas'nya. Diatas itu barulah disusun ranting-ranting, kayu-kayu, sampah atau apa saja yang akan dibakar. Berapa saja tingginya. Setinggi bukitpun kalau kita sanggup.

Kemudian mak menguakkan onggokan ranting-ranting tadi dan memasukkan daun-daun kering.