Halaman:ADH 0006 A. Damhoeri - Nakoda Tenggang.pdf/14

Halaman ini tervalidasi

Tenggang. Kalau si Bulan tak ikut lari tentu dapat diambilnya kembali. Sayang Embeh Terabaga menyeretnya bersama-sama ke dalam hutan lebat.

Tenggang membawa mereka ke mata air. Sungguh jernih sekali airya. Guci dan tempayan diisi mereka dengan air. Dan dijunjung di atas kepalanya. Lalu kembalilah mereka ke perahunya dan berkayuh ke perahu besar yang berlabuh jauh di tengah itu. Tenggang ikut naik ke perahu.

Setelah air disimpan mereka Tenggang bermaksud akan kembali ke darat. Tetapi seorang yang gagah dan perkasa dengan bersisipkan sebilah pedang memegang pundaknya dan berkata, ”Hai, Buyung, tak usah kamu kembali ke darat. Maukah kau ikut berlayar dengan kami?”

Tenggang menatap wajah laki-laki itu. Dalam hatinya timbul suatu pikiran. Jika ia kembali ke darat semua isi kampung tentu memusuhinya. Jangan-jangan ia dibunuh oleh mereka. Embeh Tembaga dan Batin sudah bertambah marah karena perbuatannya. Jadi satu usul yang baik. Memang ia sudah benci dengan kampungnya. Tak tahan ia melihat kekasihnya si Bulan berada di tangan orang lain. Ia sangat ingin meninggalkan kampung halamannya. Kini kesempatan itu terbuka seluas-luasnya. Ia tak perlu berpikir dua kali. Tenggang segera menjawab, "Kalau Bapak mau membawa saya, dengan senang hati saya mau ikut bersama-sama dengan Bapak ....”

Orang itu menepuk-nepuk bahu Tenggang dan menatapnya dengan cermat. Bentuk tubuh anak muda Sakai itu menarik hatinya. ”Kau boleh menjadi seorang pelaut yang baik, Kawan,” katanya, ”Siapa namamu?”

”Si Tenggang!”

”Saya Nakoda Jaya, kapitan kapal ini! Dan kapal kita ini Elang Segara namanya!”

Ia memberi perintah dan sauh pun diangkat. Elang Segara segera meluncur pula kembali membelah ombak dan gelombang ke tengah samudera luas tak bertepi

12