Halaman:ADH 0006 A. Damhoeri - Nakoda Tenggang.pdf/44

Halaman ini tervalidasi

”Cis, ... Sakai busuk!”

Mak Deruma dan Pak Talang mengerti sedikit-dikit apa yang dibicarakan mereka. Waah, alangkah cantik menantunya. Tetapi rupanya hatinya busuk lebih busuk dari kotoran. Tak terperikan gusar dan marah Nakoda Tenggang. Ia merasa diberi malu dan dihinakan di muka istri dan anak kapalnya. Derajatnya meluncur sampai rendah sekali, tak berharga sepeser pun.

Dengan bengis disepakkannya panggang lutung itu sambil berteriak, "Cih, perempuan tua sial, kau sangka aku doyan makan monyet?" sedang daging monyet itu sudah terbang entah ke mana. Darah Mak Deruma berubah juga, hatinya menjadi panas.

"Kalau kau sudah beradab anakku, makanlah pisang bawaan ibumu ini. Dan akuilah bahwa kami orang tuamu."

Ratna Lela masuk ke dalam bilik Puspa Sari.

"Ada kejadian ajaib, Sari,” katanya. "Ada dua orang tua Sakai ke kapal. Mereka mengatakan bahwa suami kita Nakoda Tenggang anaknya...”

"Apatah salahnya, Lela! Biar dia turunan Sakai atau turunan bangsa apa sekalipun tetapi dia sekarang sudah bukan biadab lagi. Malahan semakin tinggi dia dalam pandangan mata kita. Dari suku Sakai dia sanggup menaikkan darajat dirinya sampai setinggi itu. Sudah sewajarnya suami kita akan memimpin bangsanya yang masih terkebelakang itu. Saya akan kecil hati kalau Kanda Tenggang tak mengakui mereka adalah orang tuanya ...."

"Tapi saya tidak! Masakan saya putri raja akan bersuamikan keturunan Sakai yang masih suka makan daging monyet ... cih ... cih ....” ia menyembur-nyemburkan ludahnya dengan jijiknya. Lalu keluar dan kamarnya itu dengan marahnya. Di geladak adegan-adegan bertambah hebat dan seram. Nakoda Tenggang dengan menuding mengusir kedua orang tua buruk itu. Karena mereka masih enggan turun Tenggang menolakkan dengan kakinya sehingga perempuan tua lemah itu terguling guling di lantai.

42