ran larangan yang dikenal dengan poso/foso (tabu). Peraturan itu bukan saja terutama khusus dikenakan pada wanita yang bersangkutan, melainkan juga bagi seuaminya. Poso tersebut yang juga disebut oleh orang Minahasa dengan istilah posan dengan maksud agar bayi yang dikandung serta ibu yang mengandung terhindar dari bermacam-macam pengaruh
buruk. Beberapa posan tersebut antara lain ialah: Si ibu tidak boleh melihat sesuatu yang menakutkan, umpama melihat binatang yang disembelih, si suami tidak boleh menyembelih binatang tidak boleh melihat mayat; tidak boleh berdiri di muka pintu; di jalan tidak boleh berhenti dan bercakap-cakap; tidak boleh menganyam; tidak boleh membuat simpul pada tali atau banang; tidak boleh mengalungkan tali atau serupa dengan itu pada leher; tidak boleh bertengkar; tidak boleh membenci dan mengejek kepada siapapun, dan sebagainya. Semuanya itu dengan maksud agar si bayi lahir dengan selamat atau si ibu tidak melahirkan bayinya dengan susah payah.
Menjelang bersalin semua pintu, jendela,
koper, peti dan sebagainya harus dalam keadaan terbuka agar bayi dapat lahir dengan lancar.
Akan tetapi tampaknya hal tersebut sudah tidak dihiraukan lagi orang sebagian masyarakat Minahasa, terutama bagi mereka yang selalu meminta pertolongan/berobat di rumah-rumah sakit/Balai-balai Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Sebagain besar masyarakat Minahasa di dalam hal urusan pertolongan/pengobatan tentang kelahiran anak/bayi, masih dilaksanakan oleh dukun dukun kampung yang disebut biang, sungguhpun di desa-desa sudah terdapat Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak ( B.K.I.A ).
Bila ada bayi yang lahir biasanya perta-
209