Halaman:Almanak lembaga-lembaga negara dan kepartaian.pdf/306

Halaman ini tervalidasi
Pasal 36.

(1) Ketua memberi kesempatan untuk berbitjara menurut urutan permintaan; djika perlu untuk kepentingan perundingan, ia boleh menjimpang.

(2) Penjimpangan dari urutan tersebut diatas dapat dilakukan apabila seorang anggota meminta bitjara untuk soal-soal perseorangan. Ketua tidak memberikan kesempatan berbitjara tentang soal-soal perseorangan sebelum diberikan pendjelasan tentang soal tersebut.

(3) Ketentuan dalam ajat (2) berlaku djuga bagi usul untuk menunda perundingan.

Pasal 37.

(1) Untuk kepentingan perundingan, Ketua dapat menetapkan bahwa sebelum perundingan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembitjara harus menjatakan nama terlebih dahulu dalam waktu jang ditetapkan oleh Ketua.

(2) Sesudah waktu jang ditetapkan itu lewat, anggota jang belum mentjatatkan namanja sebagai dimaksud dalam ajat (1) tidak berhak untuk ikut berbitjara mengenai hal jang termaksud dalam ajat tersebut, ketjuali djika menurut pendapat Ketua ada alasan-alasan jang dapat diterima.

Pasal 38.

(1) Apabila seorang pembitjara menjimpang dari pokok pembitjaraan, maka Ketua memperingatkan dan meminta supaja pembitjara kembali kepada pokok pembitjaraan.

(2) Ketua dapat menghentikan pembitjaraan seorang anggota, apabila Ketua menganggap, bahwa pembitjara itu mengganggu suasana rapat.

Pasal 39.

(1) Apabila Ketua menganggap perlu, maka ia boleh menunda atau mengundurkan rapat.

(2) Lamanja penundaan biasa tidak lebih dari satu djam, sedang pengunduran biasa paling lama sampai hari kerdja jang berikut.

Pasal 40.

Pembahasan tentang suatu persiapan rantjangan dasar Undang-undang Pembangunan dilakukan dalam dua bagian:

  1. pemandangan umum mengenai persiapan rantjangan dasar Undangundang Pembangunan seluruhnja;
  2. pembitjaraan pola demi pola, seperti dimaksud pasal 20 ajat (1) dengan memperhatikan pedoman penindjauan seperti diandjurkan pasal 27 ajat (2).
    298