Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 1.pdf/45

Halaman ini tervalidasi

wa hasilnya sangat memuaskan. Inspektur Bangunan waktu itu, Tuan Perquin, berharapan untuk dengan cara itu dapat mencapai hasil yang demikian pula di Prambanan.

Jika kita melihat foto-foto dari timbunan batu-batu yang maha dahsyat itu yang harus dipilih satu persatu dan yang menjadikan putus asa orang seperti umpamanya Ijzerman, maka kita sungguh harus mengagumi tekad serta keberanian dan optimisme yang mendorong dimulainya pekerjaan itu. Sungguh bukanlah soal kecil untuk memilih beribu-ribu batu yang campur aduk tak karuan itu menurut bentuk dan hiasannya dan sesudah itu memilih serta menetapkan mana-mana yang berasal dari bangunan yang akan diperbaiki itu. Orang akan mudah menamakannya pekerjaan gila jika hasil-hasilnya tidak menunjukkan kebalikannya. Tetapi tidak hanya pujian harus ditujukan kepada jiwa raksasa yang telah berani menyanggupi pekerjaan tersebut, melainkan pula kepada para pembantunya, lebih-lebih para werkbaas, yang dengan ketajaman matanya yang sangat mengherankan dapat mengumpulkan batu-batunya satu persatu menurut bagian-bagian candinya yang asli. Mula-mula disusun menjadi bagian lepas, lama-kelamaan menjadi bagian dinding atau lainnya, baik bagian luar maupun dalam. Sampai pada suatu ketika dapat nampak, bahwa candi seluruhnya dapat dibina kembali dalam bentuk dan kemegahannya yang lama dan asli.

Bahwa dari bukit timbunan batu yang tiada memberi sesuatu harapan dapat dipilih batu-batunya satu persatu sehingga dapat dikumpulkan kembali menjadi satu bangunan yang hampir 50 m tingginya adalah sungguh kemenangan besar bagi para pencurah pikiran dan tenaga Dinas Purbakala. Sebuah bangunan yang waktu didapatkan kembali, dinding-dindingnya tak melebihi 10 m tingginya, dapatlah diberikan kembali dengan utuh kepada masyarakat.

Sewaktu mencari-cari bentuk dan ujud aslinya, maka sambil lalu dilakukan pekerjaan terhadap dua buah candi lagi yang lebih kecil, ialah kedua candi apit, yang dibina kembali sebagai latihan untuk pekerjaan yang jauh lebih besar nantinya. Sebab tujuan terakhir itu tidaklah tercapai dengan tiada pemecahan banyak soal. Lebih-lebih soal mengenai derajat kepastian yang diperlukan untuk melaksanakan pembinaan kembali itu. Bagi seorang ahli bangunan pencinta seni adalah kesal benar untuk tidak melaksanakan perencanaan kembali yang menurut perasaannya cocok sama sekali dengan keadaan aslinya, hanyalah oleh karena barangkali ada sebuah batu yang tak ditemukan lagi sehingga bukit-bukitnya tidak dapat nyata dari bahan-bahannya sendiri, bahan yang memberikan jaminan mutlak. Betapa mudah orang akan terpikat hatinya untuk menambah sedikit, ya sedikit saja, kepada sesuatu arca atau hiasan, supaya menjadi lengkap dan utuh lagi. Orang toh tak akan dapat lagi menelitinya nanti, dan dipandangnya jauh lebih menyenangkan.

Akan tetapi di samping itu ilmu pengetahuan menuntut supaya setiap langkah dalam pekerjaan dapat dipercaya dengan tiada bersyarat. Dan betapa mudahnya tambahan yang kecil disusul oleh yang lebih besar sehingga akhirnya orang terjerumus dalam nafsu untuk menambah dan memperindah dan dengan kira-kira saja menggambarkan ujudnya yang semula dahulu kala. Oleh karena itu telah diputuskan untuk membina kembali Candi Ciwa itu dengan kepastian yang dapat dipercaya 100%. Ini adalah suatu syarat mutlak, tetapi pun suatu syarat yang sungguh-sungguh menjadi beban seberat-beratnya mengenai penilikannya dan lagi kejujuran serta ketabahan hati para pemiliknya.

Dari bangunan yang ada di depan kita ini dan yang telah menjengukkan puncaknya di atas perancah sungguh dapat diharapkan bahwa tidak ada satu buah batu pun yang dipasangkan kembali di tempat yang lain daripada tempat aslinya, tak ada satu batu pun yang tidak dengan kepastian penuh dikembalikan lagi ketempat mulanya, meski di bagian-bagian yang tersembunyi sekalipun.

Bagaimanakah kita dapat mengetahui bahwa sesuatu batu itu benar-benar harus di tempat yang tertentu letaknya? Dalam hal ini orang tak usah khawatir. Seluruh bangunan itu dan juga semua candi-candi Jawa Tengah, dari alas sampai puncak adalah hasil kerja tangan. Setiap batu, baik yang halus maupun yang kasar, dikerjakan dengan tangan setelah ada di tempatnya sesuai dengan maksudnya dan keadaannya pada suatu ketika. Dengan demikian tak adalah dua buah batu yang sama. Tiap batu mempunyai coraknya yang tersendiri dan khusus, sesuai dengan tempatnya yang tersendiri dan khusus pula di dalam bangunan itu, tak dapat batu itu sesuai untuk tempat lain daripada yang mengukur, dengan mencoba dan sekali

39