Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 3.pdf/52

Halaman ini tervalidasi

buhan berduri yang setinggi orang, hingga sukar dicari kembali.

Arca orang: oleh penduduk dinamakan ”Ning Kuanci”. Seperti pada arca Pasemah sebagiannya, maka arca ini mata-matanya bulat, besar, menonjol keluar, hidungnya lebar, mulutnya tertawa lebar, bibir-bibirnya tebal. Alis-alisnya bersambung dan berbentuk ½ lingkaran di atas mata-matanya. Pipi-pipinya yang bulat menonjol pula. Keningnya rendah. Telinga-telinganya memanjang. Muka seluruhnya bundar.

Tutup kepala yang dipakainya rupa-rupanya sudah rusak. Yang tampak suatu model tutup kepala yang bagian tengahnya cekung. Bagian yang cekung ini melingkar, hingga tutup kepala seakan-akan dibagi dalam dua bagian.

Pada kedua belah bahunya dan pada kedua siku-sikunya dipakai benda-benda bulat (v.d. Hoop: "round disc” atau "round plates” perhatikan juga arca Karangindah yang memakainya pada lutut kiri dan arca Pulaupanggung pada kedua belah bahu-111-107).

Punggungnya mendukung sejenis benda berbentuk segi tiga yang sudut-sudutnya membulat, dengan sebuah sudutnya menuju ke bawah. Benda ini diikatkan pada punggung dengan tali lebar (?). Menurut penduduk benda ini dipersamakan dengan ”bulung” (bubu). Di bawah ”bulung” tampak ”slip” dari tunicanya (bandingkan dengan arca Pulaupanggung v.d. Hoop (111-107), yang ber ”slip” juga).

Pada tangannya sebelah kanan, di bawah rahang bawah kanan terdapat "sesuatu persegi” yang pinggirannya bercekung. Sikap arca membongkok kemuka, tingginya kl. 1.20 m, panjangnya 1.55 m, dan lebar punggung 0.85 m. Kedua belah kakinya tidak kelihatan (?).

Tidak jauh dari arca ini kl. 5 m arah timur laut ada 3 buah batu berdiri yang masing-masing tingginya kl. 1,50 m.

Lesung batu: terletak tidak jauh (kl. 25 m) dari arca orang ke arah barat-laut. Lesung ini merupakan lingkaran yang tidak rata, panjang terbesar 1,1 m lebar terbesar 0,90 m. Dataran atas dibagi 3 bagian oleh 3 garis (2 garis diantaranya menonjol di atas dataran atas) dan berlubang 3 buah (masing-masing lubang di satu bagian). Lubang-lubang lebarnya kl. 12 cm dan dalamnya kl. 18 cm.

Neolithikum

Bungamas :

Letak atelier neolith di antara jalan besar dan jalan kereta api, di atas sebuah ”heuverlrug”, sebelah tenggara dari jalan kereta api. Bekas tempat penggalian diberi tanda tiang rendah yang bersemen. Di dekat tanda ini di sana-sini masih diketemukan pecahan-pecahan neolith dan di jalan yang menuju ke Lubuklayang (3½ km dari Bungamas) banyaklah terdapat pecahan-pecahan neolith yang dipergunakan untuk mengeraskan jalan.

Di antara penduduk daerah Bungamas sampai sekarang masih banyak orang yang menyimpan neolith yang sudah diupam sebagai pusaka.

Palaeolithikum

Sungai Kikim dan Sungai Saling (anak Sungai Kikim)

Flake yang pertama diketemukan di jalan kereta api tersebut di atas di Bungamas, di antara batu-batu kali yang diangkut dari Sungai Saling. Penyelidikan dilanjutkan ke Dusun Lubuklayang di tepi Sungai Saling. Oleh karena air sudah berkurang, maka penyelidikan dapat dilakukan di dasar Sungai Saling. Di dasar sungai ini diketemukan beberapa jenis palaeolith. Penyelidikan selanjutnya di dasar Sungai Kikim, yang menghasilkan pula jenis-jenis palaeolith.

Adapun jenis bahan untuk membuat palaeolith-palaeolith ini ialah pada umumnya: kayu membatu (fosil hout) dan di antaranya tampak dengan terang dari jenis palm, karena serat-seratnya yang tebal. Selain itu ada juga jenis karang yang sudah ”verkiezeld” dan jenis chalcedoon.

Palaeolith-palaeolith ini tampak masih utuh, sehingga diduga bahwa tempat asalnya haruslah tidak jauh dari tempat penemuan.

Pusat bahan untuk membuat palaeolith tentunya pun di daerah sekitar Sungai Saling, sebab sungai ini alirannya ”mengiris” lapisan tanah antara lain:

lapisan Palembang atas
lapisan Palembang tengah
lapisan Palembang bawah } mengandung batu kapur
lapisan Telisa
lapisan batu kapur Baturaja
lapisan (houthorizon)
Palaeolith-palaeolith di Sungai Kikim mungkin berasal dari anak-anak sungai lain seperti Su-

47