Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/45

Halaman ini tervalidasi

“Pengecek datang! Pengecek datang!”

Randhi kaget mendengar hal itu. Ia tak menyangka sama sekali. Biasanya mereka tiba setelah jam makan siang mereka berakhir. Tetapi sekarang masih jam makan siang. Ditariknya Diah agar bersembunyi di balik sebuah batu besar. Sedang ia membereskan makan siang secepat mungkin dan bersembunyi. Tak lupa dibawanya kamera.

Si pengecek kali ini tak lain tak bukan adalah pengacara kelompok penebang, Pak William. Pak William memiliki badan yang tinggi dan mata setajam elang. Hal ini membuat Randhi semakin was-was. Pak William berjalan dengan tenang menuju ke tempat mereka makan siang tadi. Tak sengaja diinjaknya remah-remah sisa makan siang tadi. Mendengar suara itu, Pak William berhenti. Matanya menatap ke sekeliling. Diah bergerak sedikit, gelisah. Mata Pak William menangkap ujung celananya.

Ia berjalan menuju ke batu tempat Diah bersembunyi. Dilihatnya ke balik batu. Tampak Diah duduk di sana. Pak William bersiul senang. Ditariknya Diah dengan kasar dan bertanya,

“Apa yang Kau lakukan di sini?” Pak William bertanya dengan suara licik.

“Tidak apa-apa. Hanya ke sini untuk mengenang masalalu,” jawab Diah dengan berani.

“Sendirian?”

“Sendirian.”

“Lalu tas ini siapa yang punya? Tadi Aku menemukannya di atas bekas tebangan pohon.” Tangannya menganyun-ayun tas tempat kamera Randhi. Randhi yang melihatnya, kaget. Ia mengutuk dirinya sendiri kurang hati-hati.

“Punyaku,” jawab Diah yakin.

“Benarkah? Lalu di mana kameramu?” Pak William mempererat cengkramannya di tangan Diah. Diah meringis kesakitan, Melihat hal itu, Randhi tidak tahan lagi. Dalam hatinya, bergejolak keinginan untuk menghajar Pak William

33