Halaman:Biografi tokoh kongres perempuan indonesia pertama.pdf/83

Halaman ini tervalidasi

75

nah bekerja sebgai guru di sebuah Frobel School. (Taman Kanak-kanak) di Weimaar Den Haag.

Pada saat itu Eropa mulai dilanda suasana perang yang kemudian menjurus ke Perang Dunia I yang pecah pada tahun 1914. Keadaan perekonomian sangat sulit sehingga membawa kesulitan yang sangat parah bagi Sutartinah dan kawan-kawan yang berstatus orang buangan itu. Sutartinnah pemah mendapat tawaran yang menggiurkan dari Mr. Abendanon bekas kepala Urusan Pendidikan di Hindia Belanda, untuk mengatasi kesulit-an hidup mereka. Namun Sutartinah telah menolaknya. Ia benar-benar sadar bahwa untuk dapat mempertahankan ke-murnian cita-cita dan perjuangan ia harus sanggup hidup sederhana dan merdeka. Hal itu telah menimbulkan respek di kalangan orang orang Belanda sendiri.

Pada tahun 1918 di dalam Tweede Kamer, Dewan Perwakilan Rakyat Belanda terjadi perdebatan sengit mengenai pem-buangan Tiga Serangkai. Golongan kolonialis yang merupakan minoritas, membela kebijaksanaan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sedang golongan demokrat, sosial dan golongan pro-gresif lainnya mengencam kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda itu. Ketika diadakan pemungutan suara ternyata go-longan mayoritas yang menang.

Seperti diketahui bahwa pada tahun 1914, dr. Tjipto Mangunkusumo telah diizinkan kembali ke Hindia Belanda karena penyakit asmanya yang kronis. Tinggallah Suwardi dan Sutartinah serta Douwes Dekker yang meneruskan studinya di Jerman. Suwardi dan Sutartinah mendirikan Indonesische Pers Bureau, yang memberikan masukan-masukan berita kepada surat-surat kabar di Negeri Belanda tentang berbagai peristiwa dan situasi di Indonesia. Di samping itu Indonesische Pers Bureau juga menerbitkan brosur-brosur dan karangan-karangan/ tulisan-tulisan mengenai Budi Oetomo, Sarikat Islam, Indische Partiy dan lain-lain.

Dengan usaha tersebut Sutartinah dan Suwardi berhasil membuka mata dan pikiran orang-orang Belanda tentang Hindia