Halaman:Biografi tokoh kongres perempuan indonesia pertama.pdf/97

Halaman ini tervalidasi

89

Tentang kebaikan hati Ny. Driyowongso dan suaminya masih mengesan dalam kenangan Supardi suami Baitum. Ia terkesan terhadap kesederhanaan dan kebaikan hati Nyonya Driyowongso dan suaminya. Keduannya bergaul dengan siapa pun tanpa membedakan antara si kaya dan yang miskin. Perhatian keluarga ini selalu tertumpah kepada orang-orang yang sengsara, tidak mempunyai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kehadiran Driyowongso mengadu nasib ke Jakarta itu juga merupakan tempat perpisahan terakhir Nyonya Driyowongso dengan suaminya. Setelah berada di Jakarta kurang lebih 10 tahun pak Driyowongso meninggal karena sakit jantung dan dimakamkan di kota tersebut.

Tak lama kemudian Ny. Driyowongso menderita sakit verlam. Ketika memasak untuk suatu asrama pada suatu hari dia terjatuh kemudian menderita sakit. Keluarga dan anak-anak angkatnya tidak sampai hati apabila Ny. Driyowongso sakit dan sendirian di Jakarta jauh dari keluarga. Kemudian diboyonglah ia ke Yogyakarta. Pihak keluarga telah berusaha sekuat tenaga untuk penyembuhan sakit Ny. Driyowongso. Kurang-lebih selama enam tahun Ny. Driyowongso mengalami sakit verlam dan pada 16 Februari 1966 meninggal dunia di rumah adiknya Moh. Noor (Driyodipurwo) Mangkusuman Yogyakarta. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Semaki Kulon Yogyakarta dengan mendapat penghormatan terakhir dari masyarakat dan teman-teman seperjuangannya.

Moh. Yasir terharu sekali atas meninggalnya orang tuanya itu. Ia merasa kecewa karena belum dapat berbuat banyak sebagai balas jasa kepada orang tua angkatnya itu, namun keduanya kini telah dipanggil menghadap Tuhan. Karena itu agar jiwanya menyatu, maka Moh. Yasir dibantu segenap keluarga memindahkan kubur Pak Driyowongso dari Jakarta ke samping makam isterinya di Yogyakarta.