— 63 —
itoe tetamoe malem ; pada sabelonnja ia bisa bergerak apa-apa, dengen satoe tioepan sadja ia soeda dikedja kadjoengkel, ja, kadjoengkel sebagi djoega satoe anak-anakan kertas, sebagimana katanja Boe Beng Hiap Kek. Itoelah sasoenggoenja ada katerlaloean sekali, dan bisa dimengarti bagimana itoe kapala goendoel poenja kagoesaran dan maloe. Di hadepan begitoe banjak orang, ia diperlakoeken sebagi djoega satoe anak ketjil jang tida berdaja, sedeng ia soeda sombongin diri maoe menangkep pada itoe hiapkek. Tadinja Tjeng Sian jang tersoeroeng oleh pengrasajan goesar, berniat maoe mengedjer pada itoe tetamoe malem, dan aken mengadoe djiwa dengen tida ambil perdoeli lagi kakoeatan dari kadoea fihak, hanja ia ingin matiin pada Boe Beng Hiap Kek atawa ia sendiri jang dibinasaken. Tapi itoe hiapkek jang paham ilmoe pedang resia, soeda berlaloe sebagi djoega satoe kilat, jang sakedjapan mata sadja lantes linjap dari pemandangan mata. Apatah jang ia bisa berboeat, salaennja membanting-banting kaki dengen sengit!
Oleh kerna ia tida berboeat satoe apa, sasoedanja berlompat bangoen dari tempat dimana ia djato Tjeng Sian berlompat toeroen ka atas itoe lataran, dan boeat menoetoep iapoenja pengrasahan maloe, ia menjamperin pada Hee Pat jang itoe waktoe djoestroe diobatin loekanja oleh Tjhio Goan Beng.
,,Oh, toako, sekarang akoe poenja diri soeda abis perkara !" kata itoe orang loeka dengen soeara sedih tertjampoer mendongkol. „Boekan sadja akoe poenja toelang kaki kanan soeda mendjadi remoek malah akoe poenja kadoea tangan soeda seperti loempoe dan tida bisa digoenaken lagi."
Tjeng Sian lantes preksa keadahan kakinja Hee Pat jang loeka, kamoedian preksa djoega kadoea lengannja
