Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/109

Halaman ini tervalidasi

dalam penjelenggaraan pemilihan anggauta parlemen dan konstituante, maka pemerintah makin mempergiat persiapan-persiapan guna pemilihan umum.

Dalam keterangannja dimuka parlemen, Pemerintah Ali telah memberikan djangka waktu bagi penjelengaraan pemilihan umum, mulai dari pendaftaran pemilih hingga pemungutan suara. Direntjanakan tanggal 1 Djanuari 1954 sudah akan mulai dengan pendaftaran pemilih; berikut penerimaan lambang dari partai, organisasi atau perseorangan jang akan dipergunakan bagi daftar pentjalonan. Sesudah itu menjusul pengemukaan tjalon, jang mungkin akan dilakukan dalam pertengahan bulan Mei.

Dalam pada itu dimana-mana sudah nampak kegiatan partai-partai dalam usahanja hendak merebut pengaruh rakjat pemilih. Siapa sadja jang dapat dipengaruhi hendak dipengaruhi, agar memberikan suaranja pada partainja dengan maksud untuk mendapat kemenangan dalam pemilihan umum. Maklum, setiap partai, dengan tidak terketjuali, berebut untuk menguasai pemerintahan. Dan untuk itu didalam negara demokrasi partai perlu mendapat dukungan suara sebanjak-banjaknja dari rakjat jang berhak memilih. Manakala di Indonesia baik laki-laki maupun wanita, asal memenuhi sjarat-sjarat jang telah ditetapkan dalam undang-undang berhak untuk ikut memilih dan dipilih, maka teranglah, bahwasanja djuga suara pemilih wanita tak kurang nilainja dari suara-suara pemilih laki-laki.

Selandjutnja mengingat bahwa sjarat-sjarat untuk dapat daftar sebagai pemilih seperti tertjantum dalam U.U. No. 7 tahun 1953 diantaranja asal sudah atau pernah kawin, sedangkan jang kawin sebelum umur 18 tahun kebanjakan adalah wanita, ditambah dengan kenjataan bahwa djumlah penduduk wanita lebih banjak dari djumlah penduduk laki-laki maka setjara mudah dapat dikira-kirakan, bahwa djumlah pemilih wanita akan lebih banjak dari pada djumlah pemilih laki-laki. Dalam hubungan itu dapat dimengerti, bahwasanja pemilih-pemilih wanita pasti akan mendjadi sasaran dari partai-partai atau tjalon-tjalon jang hendak berebut menang.

Apa jang akan diperbuat?

Apakah jang akan diperbuat oleh organisasi. organisasi wanita? Akan aktifkah atau pasifkah organisasi wanita dalam hal ini?

Aktif dalam arti kata hendak menentukan hasil pemilihan umum, selaras dengan djiwa dari tudjuan pergerakan wanita. Sedangkan pasif berarti, tak perduli apakah hasil pemilihan umum nanti akan menguntungkan atau merugikan perdjoangan wanita jang dilakukan djauh sebelum seperempat abad jang lalu.

Kita pertjaja, bahwa tidak ada satupun dari organisasi wanita jang ada di Indonesia akan mengatakan bahwa organisasinja akan tidak memperdjoangkan kepentingan wanita; pula, tidak satupun jang akan mengatakan hendak merugikan adanja kenjataan, bahwasanja sungguhpun dalam formuleringnja tudjuan sama karena adanja dasar-dasar jang berlainan jang memberikan tafsiran jang berlainan pula tentang isi dari tudjuan pergerakan wanita. Tidak usah djauh kita mentjari. Dalam menjimpulkan kehendak wanita mengenai undang-undang perkawinan sadja jang setjara logis dapat diharapkan adanja kesatuan, ternjata organisasi-organisasi wanita telah tak dapat menjatukan pendapat. Kalau perbedaan itu terdapat dalam kalangan jang memang berbeda keagamaannja adalah soal biasa. Tetapi perbedaannja djustru terdapat dalam kalangan para wanita jang menganut satu agama. Untuk tegasnja sadja antara wanita penganut agama Islam, dengan tidak mengurangi poligami kepada wanita. Karena sesuai dengan adjaran Islam jang menghendaki keselamatan lahir bahwa dengan adanja perkawinan jang demikian itu, kebahagiaan rumah tangga gampang terganggu.Hal mana sudah bertentangan dengan tudjuan pergerakan wanita jang mentjita-tjitakan kebahagiaan hidup wanita jang sebagai manusia barang tentu berhak untuk mengenjamnja. Lagi pula tidak adanja ketenteraman dalam rumah tangga, mudah menimbulkan pertjeraian jang akibatnja tidak hanja dipikul oleh orang tua tetapi djuga oleh anak-anak dari keluarga jang bersangkutan. Oleh karenanja, para wanita jang dalam tjara berpikir tidak hanja berpegangan kepada jang berlaku dalam djaman baheula", jang sukar untuk ditjeplak begitu sadja pada waktu ini, melaraskan djalan pikirannja pada pertumbuhan djaman; mereka jang berani menjesuaikan dengan adanja kenjataan, baliwa wanitapun mempunjai perasaan sebagai manusia tidak bedanja dengan laki-laki, sekali lagi dengan tidak menentang adjaran Islam, menghendaki supaja setiap wanita dapat menolak poligami, bila ia merasa tak dapat menjesuaikan diri, dan mengawin lebih dari seorang isteri hanja dapat dilakukan dengan persetudjuan isteri pertama.

Sebaliknja ada organisasi wanita, jang karena berdasarkan keagamaan Islam tak dapat menjetudjui pendapat golongan pertama dengan alasan baliwa jang demikian itu jang kita anggap tidak bertentangan dengan agama, dianggapnja sebagai menentang agama. Sungguhpun mereka setjara perseorangan (persoonlijk) tidak hendak sanggup mengalami penderitaan atau kesakitan hati jang disebabkan oleh dimadu itu, namun kata beberapa orang diantaranja mereka: ,,Sebagai organisasi jang berdasarkan keagamaan Islam kita wadjib menjetudjui atau setidak-tidaknja tidak menentang itu".

Apa jang diuraikan diatas adalah gambaran sebagian dari sebab-sebab mengapa tindakan-tindakan organisasi-organisasi wanita sering kandas ditengah djalan. Bagaimana untuk mengatasi itu hingga sekarang masih merupakan probleem bagi organisasi wanita. Dan probleem itu akan lebih terasa dikala menghadapi pemilihan umum ini. Karena disini wanita harus menentukan, akan berdiri dipihak manakah dia. Kepada tjalon mana dia harus memberikan suara?

Bagi organisasi-organisasi wanita jang merupakan bagian atau ada ikatan denganpartai, hal ini sudah tidak perlu dipersoalkan lagi. Karena pada hakekatnja sebagai sesuatu organisasi jang sudah meng-

95