Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/112

Halaman ini tervalidasi

Kongres Wanita Indonesia jang sekretariatnja pada hari ini dipegang Nj. Mr.M.U. Santoso, Nj. Kartowijono, Nj. Sjamsuddin dan Nj. Walandouw.

Semua organisasi wanita, besar/ketjil jang ada di Indonesia mendjadi anggota daripada badan ini, tetapi masing-masing merdeka dalam mengatur usaha-usahanja sendiri. Kemerdekaan bergerak sendirilah mungkin mendjadi daja penarik bagi organisasi-organisasi wanita untuk menggabungkan diri sonder merasa diikat. Dimana KOWANI 1945-1949 jang merupakan suatu badan federatif sering menghalangi perkembangan sesuatu organisasi, maka Kongres Wanita Indonesia djauh membawa perbaikan dalam pergerakan wanita.

Suatu tjontoh jang belum lama terdjadi ialah demonstrasi PERWARI jang diadakan serentak dikota-kota besar diseluruh Indonesia untuk menuntut ditjabutnja kembali P.P. 19. Perwari adalah anggota Kongres Wanita Indonesia dan merdeka mengatur siasatnja sendiri. Muslimat dan 10 organisasi Islam lainnja djuga anggota Kongres Wanita Indonesia tidak menjetudjui dihapuskan P.P. 19, dan mereka pun merdeka mendjalankan apa jang dianggapnja baik. Kepada anggotanja di tjabang-tjabang diberikanlah instruksi untuk djangan turut demonstrasi PERWARI dan tidak berhak pula Kongres Wanita Indonesia memaksa Muslimat supaja turut djuga. Demikianlah terang bahwa Kongres Wanita Indonesia tidak mengikat, dan hal inilah jang disukai oleh anggota-anggotanja.

Sama aliran.

Suatu hal jang tidak dapat dilihat dalam pergerakan laki-laki (partai-parti politik), djelas dan njata dalam dunia pergerakan wanita. Berpuluh-puluh organisasi wanita dari pelbagai matjam aliran dan tjorak mendjadi anggota dari Kongres Wanita Indonesia dan djarang benar bertjektjok. Antara organisasi wanita jang mendjadi anggota Kongres Wanita Indonesia ada djuga jang bertjorak politik seperti Muslimat atau Wanita Demokrat. Semua orang mengetahui bahwa pada hari ini Masjumi, dari mana Muslimat merupakan suatu bagian, dan P.N.I. darimana Wanita Demokrat merupakan suatu bagian tidak dapat kerdja sama dengan gembira. Tetapi mengapa kaum wanitanja kok dapat hidup bersama dalam satu kesatuan sonder menggigit satu sama lainnja? Ja, dan kenjataannja ialah bahwa Muslimat dan Wanita Demokrat sama-sama duduk dalam Kongres Wanita Indonesia.

Perbedaan dihindarkan.

Memang dari Kongres Perempuan Indonesia jang pertama jang diadakan di Jogjakarta pada tahun 1928 sampai hari ini didapat suatu kerdja sama antara organisasi wanita jang mengagumkan. Tidak pula dapat dikatakan bahwa mungkin ada organisasi wanita jang mengdiktir lain-lainnja. Tidak. Masing-masing organisasi mempunjai djago-djagonja sendiri jang dalam tiap kongres berani menundjukkan gigi. Tetapi mungkin disebabkan beleid pemimpin setiap kongres jang pernah diada


kan oleh organisasi wanita, maka kesulitan jang membawa perpetjahan selalu dapat dihindarkan. Hal ini terdjadi dalam tiap kongres, baik jang pertama di Jogja pada tahun 1928 sampai pada kongres-kongres jang pernah diadakan didjaman revolusi dan sampai achir ini. Dalam hubungan ini Nj . Mr. Maria Ullfah Santoso pernah menulis dalam madjalah KELUARGA Desember tahun 1952 : „ Dalam kongres Wanita Indonesia tergabung organisasi-organisasi wanita Indonesia dari berbagai aliran, sehingga selalu harus ditetapkan suatu rentjana pekerdjaan jang dapat diterima oleh semua anggota Kongres Wanita Indonesia jang tidak menjinggung dasar organisasi masing-masing. Kaum wanita Indonesia insjaf bahwa masih ada tjukup kesempatan dalam lapangan sosial ekonomi untuk bekerdja bersama menudju kepada kesedjahteraan sosial".

Begitu pula dalam sebuah interpiu Nj. Sunarjo Mangunpuspito mengakui bahwa dimana ada perbedaan paham antara organisasi wanita, maka kesulitan dihindarkan. Selalu diijoba untuk mentjari usaha penjelesaian jang memuaskan, dan kalau tidak ada, maka masalah itu dikesampingkan sadja. Dengan tjara demikianlah, maka sampai sekarang wanita di Indonesia masih tetap bergerak dalam suatu kesatuan jang mudah-mudahan selalu terpelihara adanja. Didalam negara Indonesia jang kini terpetjah belah ini, suara wanita jang bersatu itu merupakan suatu bunji jang sangat merdu kedengarannja!

JETTY RIZALI NOOR menulis tentang 14 abad pergerakan wanita sebagai berikut:

Tanggal 22 Desember 1952 ini adalah detik jang bersedjarah bagi pergerakan wanita di Indonesia. Bukan hanja kita memperingati Hari Ibu sebagai penghormatan pada kaum Ibu kita, akan tetapi pada tanggal 22 Desember itu pula kaum wanita Indonesia memperingati genap 25 tahun berumur nja pergerakan wanita Indonesia.

Pada kongres Wanita Indonesia jang ke-II jang baru dilangsungkan di Kota Bandung dalam bulan Nopember jang baru lalu telah ditugaskan pada seorang wanita ,,djago lama" Saudara Nj. Sri Mangunsarkoro, mengetuai panitia 4 Abad itu guna menggerakkan kaum wanita seluruh Indonesia dengan bertjermin pada tahun perdjoangan wanita selama 25 tahun ini.

Dalam menindjau pertumbuhan pergerakan wanita di Indonesia, maka njata bahwa langkah langkah kebangunan kaum wanita berdjalan selaras dengan pertumbuhan semangat perdjoangan dan kebangsaan dari pada partai-partai serta organisasi-organisasi lain, seperti organisasi pemuda dan sebagainja.

Pembangunan „ bewustzijn" kenasionalan wanita Indonesia boleh dikata sudah dimulai dengan usaha Kartini untuk memadjukan pendidikan di kalangan gadis-gadis Indonesia. Sekalipun pada zamannja Kartini belumlah sekali-kali ada apa jang dinamakan „ pergerakan ” atau „ aksi" dari wanita, namun kritik-kritik serta buah fikirannja sebagaimana njata dalam buku „ Door duisternistot licht", mendjadi dorongan jang tidak ketjil artinja bagi pergerakan wanita dikemudian hari.

98