Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/123

Halaman ini tervalidasi

 Bagian B.

SAMBUTAN-SAMBUTAN TERHADAP BUKU

PERINGATAN SEPEREMPAT ABAD PER-

GERAKAN WANITA DI INDONESIA.

Bersama-sama dengan berbagai usaha untuk mengadakan peringatan jang semeriah-meriahnja pada tanggal 22 Desember 1953 dimaksudkan pula untuk menerbitkan sebuah buku peringatan jang akan memuat bahan-bahan penting tentang kemadjuan dan hasil-hasil perdjuangan kaum wanita selama 25 tahun.

Untuk buku itu, jang karena kesulitan-kesulitan tidak djadi terbit telah didapatkan pula sambutan sambutan dari para pembesar pemerintahan R.I. dan orang-orang terkemuka lainnja dari berbagai kalangan, jang kami muat dalam halaman-halaman jang berikut ini, karena sambutan-sambutan itu mengandung sumbangan-sumbangan pikiran jang tetap berharga.

SAMBUTAN DARI TOKOH-TOKOH PEMERINTAHAN DAN MASJARAKAT.

Sambutan-sambutan ini adalah diberikan oleh:

  1. Presiden Republik Indonesia, Dr. Ir. Soekarno ;
  2. Dr. Moh. Hatta;
  3. Mr. Ali Sastroamidjojo;
  4. Mr. Sartono;
  5. Ibu Soekonto;
  6. K. H. Dewantoro;
  7. R. H. Muhammad Adnan;
  8. Mgr. Soegijapranata;
  9. Dr. Soekiman;
  10. Alimin;
  11. Prof. Dr. Sardjito;
  12. Prof. Mr. Dr. Soepomo;
  13. Ds. S. Marantika;
  14. Muljadi Djojomartono;
  15. Sri Sultan Hamengku Buwono IX;
  16. Nj. Sutijah Surya-Hadi.

SAMBUTAN J. M. WAKIL PRESIDEN,

Drs. MOHAMMAD HATTA.

GERAKAN WANITA SEPEREMPAT ABAD.

Pada tanggal 22 Desember jang akan datang ini genaplah usia kesatuan pergerakan Wanita Indonesia seperempat abad. Orang tak salah duga, apabila dikatakan bahwa kesatuan gerakan itu disebabkan oleh persatuan gerakan pemuda Indonesia jang tertjapai pada 28 Oktober 1928, jang diikrarkan dengan sumpahnja: satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.

Disini ibu didorong oleh anak! Itu bukan suatu kegandjilan, karena memang pemudalah jang semangatnja lebih besar dan tjita-tjitanja lebih tinggi jang merintis djalan lebih dulu dalam pergerakan kebangsaan kita. Kesatuan pergerakan Wanita Indonesia dinjatakan dengan mengadakan Kongres bersama sekali dua tahun. Itu tidak berarti, bahwa pada tiap-tiap Kongres itu segala perkumpulan Wanita memperoleh persatuan pendirian dalam berbagai soal masjarakat jang penting-penting. Ada perbedaan paham jang sukar mengatasinja, jang

sampai sekarang masih mendjadi perbedaan jang prinsipiil. Akan tetapi kesanggupan kaum Wanita bekerdja-sama dan mengadakan kongres bersama sekali dua tahun adalah suatu alamat jang baik. Tanda mau harga-menghargai pendapat jang berlain-lain dalam Indonesia jang ,,bhinneka tuggal ika".

Bahwa Kongres itu tak dapat diadakan saban dua. tahun sebagaimana dirantjang, tidak dapat disalahkan kepada kaum wanita jang punja kemauan, melainkan tersebab oleh suasana politik, keadaan perang, revolusi dan lain-lain.

Masalah-masalah jang hangat dibitjarakan banjak sekali ragam dan tjoraknja, sesuai dengan perkembangan masjarakat Indonesia dari masa djadjahan sampai kesuasana merdeka. Disini bukan tempatnja untuk mengupas soal-soal jang mendjadi perhatian kaum Wanita selama ini. Tjukuplah kalau disebut bahwa perhatian itu mengenai: kedudukan wanita dalam masjarakat, hak-hak politik bagi kaum wanita, soal pengadjaran, kooperasi, pemberantasan pelatjuran, pemberantasan buta huruf, pemeliharaan baji dan konsultasi, perlindungan ibu jang bekerdja dan pemeliharaan anaknja jang lagi ketjil diwaktu ia bekerdja (crêche), taman kanak-kanak, usaha wanita jang bersangkutan dengan palang merah dan lain-lain.

Sebagian dari pada tuntutan gerakan wanita dahulu, istimewa jang mengenai kedudukan dan hak politik, dengan sendirinja terselenggara setelah Indonesia merdeka dan berdaulat. Tuntutan lainnja bukan lagi tuntutan, melainkan djadi kewadjiban untuk menjelenggarakannja. Undang-undang Dasar Negara kita memuat peraturan-peraturan jang lebih djauh tudjuannja dari pada tuntutan-tuntutan gerakan wanita dimasa dulu. Tentang penjelenggara annja itu sebagian tergantung kepada sikap kaum wanita sendiri.

Dalam hal ini kaum wanita ikut bertanggungdjawab. Dalam tugas bangsa kita jang terpenting dimasa sekarang, untuk membangun Indonesia jang adil dan makmur, kaum wanita mempunjai bagian jang tidak ringan timbangannja. Kalau benar-benar kita mengakui, bahwa negara kita berdasarkan Ketuhanan Jang Maha-Esa, peri-kemanusiaan, kerakjatan dan keadilan sosial, maka kita menerima dengan itu suatu kewadjiban moril untuk menjelenggarakan apa jang dituntut oleh Pantjasila itu. Dengan berpedoman kepada Tuhan Jang Maha Esa, orang tak dapat mempermain-mainkan kewadjibannja. Apalagi pergerakan jang mengakui punja tugas dan bertjita-tjita. Seperti tertulis dalam Mukaddimah Undang-undang Dasar, Pantjasila maksudnja „,untuk mewudjudkan kebahagiaan, kesedjahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masjarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka jang berdaulat sempurna".

Dalam negara-hukum jang demokratis, sebagian besar dari pada tugas itu terletak dalam lingkungan politik tatanegara. Dewan Perwakilan Rakjat dipusat dan didaerah, jang tersusun semestinja menurut kemauan dan pilihan rakjat, membitjarakan dan mempertimbangkan segala muslihat dan kebidjaksanaan untuk melaksanakan tjita-tjita itu

109