Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/135

Halaman ini tervalidasi

Hari Ibu harus djuga mendjadi „Hari Keluarga”. Itupun dapat dibuat dengan tidak usah mengabaikan tugas bersama di tengah-tengah masjarakat. Achirnja kami mendo'akan pimpinan Roch Tuhan atas usaha Pergerakan Wanita Indonesia mendjelang tahun-tahun jang akan dialaminja lagi. Semoga jang di-idam-idamkan itu kelak mendjadi kenjataan untuk kesedjahteraan kita bersama.

SAMBUTAN KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT PROP. DJAWA-TENGAH

MULJADI DJOJOMARTONO.

FUNGSI WANITA SEBAGAI MANUSIA

Mula-mula saja merasa agak ragu-ragu untuk ikut mengisi sebuah karangan dalam buku kenang-kenangan jang seelok dan berharga ini, tetapi kemudian mengingat akan keperluan dan pepatah: Tempora mutantur et nos mutamur in il❜lis (de tijden veranderen en wij veranderen daarin), pula ingat akan azas-azas demokrasi, jang mendjadi sendi Negara kita ini, serta penjongsong hari peringatan Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia seperempat abad, jang berarti, bahwa kesatuan pergerakan Wanita Indonesia pada hari tangggal 22 Desember 1953 genap berusia 25 tahun, pergerakan mana sudah barang tentu didukung oleh banjak organisasi wanita, timbullah keberanian saja untuk menjumbangkan sekedar tjoretan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kaum wanita sekalian, serta mendjadi dorongan, supaja gerakan-gerakan wanita mengindjak fase realiteit.

Sebagaimana Saudara-saudara telah mengetahui, pada dewasa ini Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia dalam kongresnja, telah memutuskan beberapa langkah jang tertentu dalam perdjuangannjadalam masjarakat, membangun Negara, dalam lapangan pendidikan, Sosial dan Kesehatan, semoga langkah-langkah ini tak menamui kesukaran-kesukaran atau halangan-halangan suatu apa: hendaknja dari fihak suami ada keichlasan dan sympati terhadap tjita-tjita wanita, serta mendapat perlindungan dan pendorong dalam perdjalanan kaum wanita kearah emansipasi, jang mengandung makna, bahwa setiap wanita sewadjarnja melepaskan diri dari setiap tekanan djiwa (bevrijding van de slavernij) agar supaja kaum wanita, sebagai mahluk jang bersama-sama hidup diatas dunia, dapat hidup jang bebas, menjusun kehidupan adil sedjahtera.

Bahkan dalam menghadapi pemilihan umum, jang sudah ramai dibitjarakan sekarang, para wanita seluruhnja, ketjuali jang telah mengadakan differentia, jang ingin berpolitik dan actief didalam lapangan ini, hendaknja lebih baik memilih suatu aliran jang tjotjok dengan diri pribadinja, agar dapat ikut serta melaksanakan azas-azas democrasi, jang mendjadi sendi Negara kita.

Perhatian penuh dari kaum wanita terhadap pemilihan umum jang telah mulai disiapkan, ini diharapkan dengan sangat.

Sebagaimana telah diketahui di Dewan-dewan Perwakilan Rakjat maupun di Pusat, baikpun di Daerah-daerah, jang mendjadi anggauta adalah orang laki-laki . Anggota-anggota wanita dapat dihitung dengan djari sebelah tangan. Di Dewan Pemerintah Daerah Propinsi seluruh Indonesia mitsalnja tak ada wanita jang mendjadi anggautanja, baru di Propinsi Djawa Tengah jang ada, ialah Nj. Surya Hadi.

Dalam Dewan Perwakilan Rakjat (Parlemen) duduk sebagai anggauta, ialah: Nj. Rasuna Said, Nj. Mudikdo, Nj. Sunarjati-Sukemi, Nj. Sunario Mangunpuspito, Nn. Susilowati, Nn. Suwarti, dan Nj. A. Waroh; sedangkan banjak hal-hal jang harus diperdjoangkan sendiri oleh kaum wanita dengan mengindjak lapangan politik, umpama sadja soal undang-undang perkawinan, soal isteri beker dja dan lain-lain.

Djanganlah kaum wanita bersikap passief mennganrkan dan melihat kesibukan disekitar Pemilihan Umum. Kaum wanita djuga mempunjai hak untuk dipilih dan memilih wakilnja jang akan memperdjuangkan kepentingan-kepentingan jang chusus baginja dalam Dewan Perwakilan Rakjat; hendaknja ini mendjadi pedoman dan andjuran, supaja kaum wanita dapat mewudjudkan dan mempergunakan hak wanita dengan adanja wakil-wakil wanita sebanjak-banjaknja di D.P.R. baikpun di Pusat maupun di Daerah-daerah.

Nasib wanita dalam hukum perkawinan.

Selandjutnja dalam soal nasib wanita dalam hukum perkawinan atau soal wanita bekerdja teringatlah saja akan pepatah bahasa Djawa dari orang-orang tua: Swargo nunut neroko katut; karena nasibnja kaum wanita tergantung sekali kepada suaminja, maka pepatah ini sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan djaman.

Hal ini mendjadi tjanggung dalam masjarakat jang ingin bergerak atas azas-azas Democrasi: djiwa tak lagi bergerak, melainkan bersifat mesin jang hidup, karena seluruh hidupnja hanja dikemudikan oleh suami belaka.

Karena kenjataan inilah, maka tak pada tempatnja lagi, djika kaum suami merasa terlanggar haknja bila isteninja berniat mengerdjakan sesuatu untuk pegangan hidup, atau tenaganja disumbangkan untuk pembangunan Negara kita.

Mudah-mudahan pihak suami tidak hanja melindungi akan tetapi djuga memberi dorongan dalam perdjalanan kaum wanita kearah tjita-tjitanja jang baik, sebaliknja diperingatkan kepada kaum wanita hendaknja djanganlah mengabaikan kewadjibannja sebagai isteri dari suami dengan djalan damai dan adil.

Selain dari itu hendaknja pula kaum wanita sebagai isteri dari suami, jang hidupnja dibangga-banggakan karena kekajaannja, kepandaiannja suami, atau karena djabatannja tinggi, djangan bersikap sombong; ingatlah akan peri bahasa jang aseli dan murni dari orang-orang tua-tua kita: „Odjo Dumèh".

121