2. SAMBUTAN ORGANISASI-ORGANISASI DAN PARTAI-PARTAI
- Acoma (Angkatan Comunis Indonesia).
- Masjumi.
- Parindra (Partai Indonesia Raya).
- Parki (Partai Kebangsaan Indonesia).
- Parkindo (Partai Keristen Indonesia).
- P.I.R. (Persatuan Indonesia Raya).
- P.K.I. (Partai Komunis Indonesia).
- P.N.I. (Partai Nasional Indonesia).
- P.S.I.I. (Partai Serikat Islam Indonesia) .
- Dewan Pertimbangan Urusan Pemuda.
{{c|HARAPAN KITA:
KALAU MASJARAKAT KITA DEWASA INI DALAM KENJATAANNJA MASIH TERBAGI DALAM BEBERAPA GOLONGAN EKONOMI JANG SATU SAMA LAIN BERTENTANGAN DALAM KEBUTUHANNJA, MAKA ALAM MENUNDJUKKAN KEPADA KITA ADANJA DUA DJENIS MANUSIA JANG SALING MEMBUTUHKAN IALAH WANITA DAN PRIJA (LELAKI), PRIJA DAN WANITA. WALAUPUN RAJUAN TJINTA MESRA DAN KASIH SAJANG SEPANDJANG HUKUM ALAM MENJALURKAN WANITA DAN PRIJA, PRIJA DAN WANITA ITU KEDALAM HUBUNGAN JANG LARAS, NAMUN HUKUM MASJARAKAT JANG MENGANDUNG PERTENTANGAN EKONOMI INI, DALAM KENJATAANNJA BANJAK MENIMBULKAN KEGANDJILAN JANG MENJEDIHKAN DALAM PERHUBUNGAN ANTARA WANITA DAN PRIJA, ANTARA PRIJA DAN WANITA.
BAHAGIALAH MEREKA WANITA DAN PRIJA JANG SUDAH SEPAKAT DAN DENGAN PENUH KEBULATAN MEMILIH PIHAK MASA RAKJAT DALAM PERTENTANGAN EKONOMI ANTARA:
- MODAL ASING JANG PEMERAS DAN PENINDAS.
- MASSA RAKJAT INDONESIA JANG DITINDAS DAN DIPERAS.
SUNGGUH BAHAGIALAH MEREKA, KARENA SIKAP DAN LURUS ITU MEMBUKTIKAN LAKU JANG PRAKTIS JANG MENTJIPTAKAN TITIK DIMANA PANGGILAN ALAM DAN MASJARAKAT DAPAT BERTEMU JANG BENAR-BENAR MEMUNGKINKAN HUBUNGAN JANG LARAS ANTARA SUAMI ISTERI, ANTARA WANITA DAN PRIJA.
MEMANG BILA SUAMI ISTERI, WANITA PRIJA, DISAMPING PANGGILAN ALAMNJA PUN MENJADARI AKAN PANGGILAN MASJARAKAT, DISANALAH SUAMI ISTERI, WANITA DAN PRIJA BENAR-BENAR HIDUP BERDAM
|
PINGAN, SALING MENGISI DAN BAHU MEMBAHU DENGAN PENUH TJITA DAN HARAPAN MENEMPUH HARI KEMUDIAN. DISANALAH TJINTA DISAMPING BIRAHI DJUGA MENGANDUNG HAL-HAL JANG LAIN, MENGANDUNG TJITA BERSAMA JANG TIDAK PULA KURANG DAJA PENGIKATNJA.
Panggilan alam dan panggilan masjarakat menempatkan berahi dan tjita sebagai dwitunggal dalam kandungan tjinta. Dalam masa kemadjuan seperti sekarang ini sudahlah selajaknja, bila manusia dewasa menginsafi akan keharusan dwitunggal dalam kandungan tjinta itu. Dengan menghargakan tjinta sebagai sebagai tambahan isi dari tjinta, maka duka dan suka dalam rumah-tangga dapatlah lebih mudah dihadapi dan diatasi dengan penuh tanggung-djawab terhadap pribadi, keluarga dan masjarakat. Disanalah tjinta tidaklah akan gojang karena semata-mata nafsu birahi lambat laun mendjadi berkurang. Disanalah tjinta tidak akan lapuk karena kepahitan hidup dalam penderitaan bersama. Sesungguhnja disanalah tjinta tidaklah akan mungkin binasa karena sementara berpisah, karena tempat berdjauhan ; disanalah njala tjinta terus terpelihara, karena kesurutan berahi jang mengurangi tjinta itu dapatlah ditambah selalu dengan kesibukan dalam rangkaian tjinta jang pasti menambah isi dan meriahnja tjinta.
Pengertian diatas belumlah tjukup merata dikalangan wanita kita. Dengan penuh semangat wanita kita melajani panggilan alamnja, tetapi sebaliknja masih banjaklah dipertontonkan sikap jang masa bodoh terhadap panggilan masjarakat. Wanita kita tampak djauh lebih banjak terbelakang dari pada kaum prija dalam menempuh djalan tjita-tjita tanah air dan masjarakat. Dalam hal ini adalah kesan seolah-olah wanita kita bukanlah wanita pedjoang. Kekuatan wanita Indonesia dalam kehalusan lahir dan batinnja jang amat dibutuhkan dalam perdjoangan dalam tingkat sekarang djustru banjak berbalik mendjadi penghambat jang mentjairkan dan menghalangi perdjoangan.
Pada hal tanpa wanita, menurut alamnja sang prija dewasa pada suatu tingkat pasti terdesak dalam sudut manusia separo tenaga sepandjang pelaksanaan tugas tanah air dan masjarakatnja. Dalam keadaan jang pajah itu sang prija lambat laun bimbang dan kurang mengerti djasa wanita. Berangsur-angsur hubungan jang laras antara suami-isteri, prija dan wanita dalam suasana jang memberatkan itu achirnja bertukar mendjadi abnormal, pintjang, tegang, tidak lagi laras.
Dan pedihnja sepandjang kisah perdjoangan kita membuktikan, bahwa dalam ketegangan tersebut isteri jang terbelakang itu djustru berhatsil memaksa kehendaknja . Suami jang madju dipaksa mundur tiap hari setapak dan tanpa rame-rame pahlawan kita sudah meninggalkan perdjoangan. Kedjadian sematjam ini jang masih banjak meradjalela itu sudah barang tentu merugikan tanah air dan masjarakat kita.
|