untuk pemuda-pemuda jang dimedan pertempuran; jang didjahit adalah tjelana, kemedja, pitji, bendera, pembalut dan lain-lain jang dengan tjepat dikirimkan ke „pedalaman”.
Banjak wanita di Djakarta jang menjumbangkan tenaganja sebagai penghubung. Tidak sedikit hasil jang diperoleh kaum wanita untuk melepaskan simpanan bahan makanan dari gudang-gudang di Priok dan Kota, dengan djalan „bitjara” dan ,,berunding" dengan pendjabat-pendjabat tentara Inggris atau pendjaga-pendjaga.
Untuk mendjumpai atau berhubungan dengan Pemerintah Republik Indonesia, pegawai-pegawai dan pendjabat-pendjabat di Djakarta harus melalui garis demarkasi di Bekasi .
Bagi orang laki-laki ada susah sekali untuk melewati batas ini, untuk pemuda berarti „djibaku”.Satu-satunja jang pasti berhasil adalah wanita.
Barang-barang penting, seperti alat-alat kantor mesin ketik, dokumentasi, kertas, alat tulis, bahkan pernah terdjadi satu gerbong penuh dapat melalui Bekasi dengan selamat. Tentu sadja tidak semudah seperti jang tertulis diatas.
Wanita ini membawa surat-surat izin dagang, namanja pakai titel jang muluk-muluk didepannja, senjumnja harus manis, maki-maki dari tentara Belanda harus dapat ditelan dengan tidak memperlihatkan marah dan mualnja, serta tidak lupa bitjara bahasa Belanda bersama kata-kata „Dank U Wel meneer”.
Hasilnja alat-alat kantor bisa lolos. Demikian pula halnja dengan gerbongan beras dari pedalaman untuk kaum Republik di Djakarta. „Pedagang wanita" memegang peranan besar. „Untuksedikit mentjari untung, nir, mau didjual sama tuan-tuan Inggris dan Belanda" .
Sudah tentu ada kalanja barang-barang itu di beslag, orangnja ditahan, dimaki-maki atau dipukuli. Ini adalah risico. Sajang sekali tidak semua nama-nama wanita ini tertjatat. Pada umumnja memang bukan nama jang terutama, dan pada waktu itu dan lama sesudahnja adalah lebih aman untuk menjimpan nama-nama jang sebenarnja.
Dengan banjaknja orang-orang penting kepeda laman, djuga sekolah-sekolah banjak terlantar. Guru-guru wanita jang mempertahankan Sekolah sekolah Republik boleh dikatakan orang-orang jang tahan udji.
Sekolah Rakjat Republik banjak didirikan, sangat sederhana serta sangat kekurangan, hanja dengan satu tjita-tjita, pertahankan Republik , dja ngan masuk Nica.
Sekolah Kepandaian Putri, Sekolah Guru Taman Kanak-kanak diadakan digarasi-garasi kosong di rumah partikelir.
Ada sekolah S.K.P. Republik, diadakan disalah sebuah rumah di Gg. Tengah, jang terantjam bahaja V.B. Maklum, orang-orang Republik tidak bisa ambil V.B. Disekolah tersebut terpaksa gurunja — wanita — berganti-ganti tidur disekolah untuk mendjaga keselamatan gedungnja. Ada guru jang kurang berani melakukan pendjagaan itu, membawa adiknja untuk menemani sewaktu malam.
Pada hari-hari peringatan Nasional, 17 Agustus, Hari Kartini, Hari Ibu, kaum wanita di Djakarta belum pernah melampauinja dengan begitu sadja.
Masih segar tergores pada ingatan saja, betapa besar hasratnja kaum wanita Djakarta memperingati 1 tahun berdirinja Republik Indonesia.
Usul peringatan dan perajaan diadjukan oleh kaum wanita, kepada Walikota Djakarta Raya, Pak Suwirjo. Usulnja lengkap : 1. resepsi , 2. rapat umum, 3. pawai dari Balai Kota ke Pegangsaan Timur 56, 4. mendirikan dan meresmikan Tugu Peringatan.
Pak Wir setudju, semua pendjabat-pendjabat Republik, setudju, ja siapa jang tidak setudju? Pak Wir kirim delegasi ke penguasa militer Inggris, memberitahukan akan mengadakan peringatan dan demonstrasi. Ditolak, bahkan diantjam. Mereka katakan, djangankan rapat umum, peringatan dalam ruangan tertutup sadja akan dibubarkan.
Kabar ini dikemukakan dalam rapat-rapat di Kotapradja, lengkap dihadiri oleh pendjabat pendjabat Republik. Semuanja putus harapan. Njonja Masdani bagian Tugu Peringatan menangis tersedu-sedu. Kaum wanita Djakarta telah bersusah pajah kumpulkan uang, membudjuk seorang ahli bangunan untuk membuat tugu peringatan Republik, jang mula-mula takut dan ragu, tetapi kemudian bersedia dan telah mulai . Apakah harus dibongkar? Wanita-wanita golongan muda tidak dapat menahan marahnja. Mentjela keragu-raguan Mengusulkan, pendjabat-pendjabat pemerintah.melepaskan diri dari Panitya Resmi, akan berusaha melaksanakan program atas risico sendiri. Pak Wir kasih naschat, Pak Bachtiar Direktur S.M.A. kasih nasehat, Ibu Sukemi, Ketua kita kasih nasehat, masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Rapat diteruskan dilain tempat, persiapan dilandjutkan.
Tanggal 16 Agustus 1946.
Tugu peringatan sudah selesai ketjil, sederhana, memutjuk keatas, dengan gambar peta Indonesia, lengkap dengan Irian Barat. Di belakang tertulis, oleh wanita Djakarta. Persiapan-persiapan dan latihan-latihan baris
wanita, diadakan didepan gedung S.K.P. (sekarang gedung Metropole).
Tiba-tiba datang tilpun dari Kotapradja, jang menjatakan bahwa jang bertanggung djawab Peringatan harus datang pada pendjabat tentara Inggris (lupa namanja). Didjawab, bahwa tidak ada penanggung djawab, Panitya Peringatan sudah dibubarkan dalam Rapat Kotapradja.
Setelah dimusjawaratkan, kaum wanita jang ada dilapangan itu bersepakat untuk malam itu djuga menginap dihalaman gedung Pegangsaan Timur no. 56 untuk mendjaga supaja djangan dibatalkannja peringatan kita. Sore harinja sedjumlah 100 á 200 wanita-wanita muda telah berkumpul di Pegangsaan Timur
no. 56. Mereka akan mengadakan api unggun. Tiba-tiba mereka bersorak-sorak Perdana Menteri Republik Indonesia Sjahrir datang. Dengan beliau, djuga Menteri Sosial, Nj . Mr. Maria Ullfah San
219