toso. Kaum wanita sibuk mendjelaskan hasrat dan kesulitannja. Beliau setudju resepsi diteruskan, demonstrasi diteruskan - dengan tanggung djawab sendiri.
Esok harinja pagi-pagi, barisan wanita jang tidak menginap di Pegangsaan Timur, disiapkan dan diatur didepan gedung S.K.P.
Tiba-tiba datang lari-lari Sdr. Sri Juliani dari Pegangsaan Timur, dan mengatakan bahwa tentara Inggris sebentar lagi akan datang menghalangi.
Kami memutuskan untuk bergerak madju dengan tidak menunggu lainnja. Nj . Maria Ullfah Santoso membuka barisan kita. Ditengah djalan datang tank Inggris, Barisan membelok kekanan, melalui paritan menudju sebelah belakang gedung Pegangsaan Timur. Penumpang-penumpang kereta api jang melihat barisan wanita terdjun keparit dan perkuat barisan kita. Dibelakang gedung Pegangsaan telah menunggu serombongan tentang Gurka. Kami terhalang, dan diusir serta mau dibubarkan. Tetapi kami tetap bersatu.
Datanglah Perdana Menteri mendjemput kita. Kita naik. Upatjara pembukaan tugu dimulai. Kumandang diudara : Indonesia Tanah Airku, Tanah Tumpah darahku.
Kaum wanita Djakarta memperingati Ulang Tahun Kemerdekaannja jang pertama di Djakarta.
Demikianlah sedikit tjoretan peranan wanita Djakarta untuk mempertahankan Kemerdekaan Tanah Air, Nusa dan Bangsa.
Sebuah gambar seharusnya muncul pada posisi ini dalam naskah. Untuk menggunakan keseluruhan pindaian halaman sebagai penampung, sunting halaman ini dan ganti "{{gambar hilang}}" dengan "{{raw image|Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/236}}". Sebaliknya, jika Anda mampu untuk menyediakan gambarnya, maka lakukanlah. Untuk panduan, lihat Wikisource:Pedoman gambar dan Bantuan:Menambah gambar. |
Nj. Erna Soetoto Djajadiningrat. Satu-satunja tokoh Wanita jang mendapat Bintang Gerilja.
PERANAN PEMUDI PADA PETJAHNJA REVOLUSI TANGGAL 17 AGUSTUS 1945.
Oleh : Hurustiati Subandrio.
Karangan ini berdasarkan atas kenang-kenangan. Ialah kenang-kenangan seorang jang telah ikut serta dengan aktif menjusun barisan pemudi guna menjumbangkan segala tenaga dalam pelaksanaan Revolusi Nasional itu. Kenang-kenangan itu harus disertai dengan fakta-fakta. Fakta-fakta inilah jang sebagai tiang untuk menegakkan kenang-kenangan itu.
Perlu sekali rasanja kenang-kenangan itu dituliskan. Inilah untuk merenungkan sedjenak rangkaian tindakan kita hingga sekarang, jang pada hakekatnja berpangkal pada Revolusi Nasional itu. Revolusi itu masih berdjalan terus, belum ada habis-habisnja.
Kita menjusun Negara Republik Indonesia belum pula mentjapai kesempurnaan. Kita harus berdjalan terus menudju kearah kesempurnaan Negara kita. Baik sekali dalam pada itu kita menengok kebelakang, untuk mengetahui dengan djelas apakah jang dikehendaki Revolusi itu.
Inilah guna menetapkan djedjak-langkah kita, agar supaja djangan njeleweng. Apakah tindakan kita sehari-hari sesuai dengan tjita-tjita jang ditjantumkan pada Revolusi 17 Agustus 1945 itu ? Apakah kita masih sanggup menjediakan diri kita sendiri guna kepentingan penjelesaian Revolusi itu ? Apakah sumbangan kita waktu sekarang kekeningku sambil berkata : „ Bilakah engkau memikirkan kepentingan diri dan keluarga sendiri sadja? Inilah beberapa pertanjaan jang perlu sekali kita tindjau pada hati-sanubari kita. Kenangkenangan kepada hari jang lampau, pada permulaan petjahnja Revolusi Nasional dapat mendjadi pegangan.
Tidaklah dapat disangkal, bahwa pada petjah nja Revolusi para pemudi sebagai golongan memegang peranan jang penting, baik digaris depan mau pun djuga digaris belakang pertempuran. Revolusi kita adalah Revolusi jang disertai pertempuran melawan angkatan tentara asing jang ingin menegakkan kembali kekuasaan pendjadjahan di Indonesia.
Usaha kekuasaan asing ini mendapatkan perlawanan jang hebat dari semua golongan penduduk, dan para pemudi tidak sedikit djasanja dalam perlawanan ini. Selain daripada itu para pemudi ingin memberikan sumbangannja pula kepada pembangunan Negara Republik Indonesia.
Alasan-alasan jang tersebut diatas mendjadi dorongan jang kuat bagi para pemudi untuk menggabungkan diri dalam suatu organisasi pemudi agar supaja dapat bertindak tjepat dan tepat menurut keadaan jang memaksakan. Keperluan ini dirasakan sekali oleh para utusan pemudi diKongres Pemuda jang Pertama sesudah petjahnja Revolusi, ialah Kongres Pemuda di Jogjakarta dalam bulan Oktober 1945. Pada Kongres Pemuda itu telah hadir sekurang-kurangnja sepuluh orang utusan dari masing-masing karesidenan, diantaranja beberapa orang pemudi. Disitulah para pemudi