Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/242

Halaman ini tervalidasi

djadi Gasbi (Gabungan Sarekat Buruh Indonesia), sendirinja mendjalin pula kepada B.B.W.
 Tetapi hal itu tidak akan kami tjeritakan disini lebih djauh. Sebab proses jang terdjadi itu, semakin lama sudah semakin djauh djaraknja, tanggal Proklamasi saat detik-detik dengan 17 Agustus 1945. Djadi kami anggap kurang tepat untuk diuraikan disini.
 Maka sebagai penutup tulisan ini kami ambillah suatu kesimpulan:

  1. Bahwa datangnja kemerdekaan negara kita itu telah membangkitkan kesadaran baru dalam bentuk dan isi serta tjita-tjita perdjuangan kaum wanita. Ialah kesadaran terhadap perdjuangan buruh jang lebih konkrit, jang di zaman pendjadjahan belum didapatnja.
  2. Suatu kenjataan dari kodrat-sedjarah. Bahwa setiap idee baru, kekuatan baru, itu mula-mula hanja ketjil sadja dan nampaknja lemah. Tetapi semakin lama semakin besar dan kuat, karena tjotjok dengan proses masjarakat jang selalu madju dan menghendaki pembaharuan.
PERANAN WANITA SEKITAR PROKLAMASI

17 AGUSTUS 1945.

Oleh: S. K. Trimurti.

 Untuk menguraikan kembali setjara chrono logis dan dokumenter sekitar kedjadian-kedjadian pada tahun 1945, adalah sangat sukar sekali. Terutama bagi saja, jang selama hampir 12 tahun dalam alam Indonesia Merdeka ini, banjak mengalami pantjaroba dalam perdjuangan, sehingga beberapa dokumen atau lebih tegas tjatatan-tjatatan jang perlu-perlu sudah hilang sama sekali. Hal ini, disebabkan oleh karena adanja razzia-razzia jang diadakan oleh pihak Belanda waktu clash, adanja perselisihan-perselisihan antara saudara sebangsa, karena pandangan politik jang berlainan, djuga karena berpindah-pindahnja tempat, karena pasang surutnja perdjuangan.
 Dari itu, apa jang saja uraikan disini, hanjalah ingatan-ingatan saja sadja, dan jang mengenai peristiwa/kedjadian-kedjadian jang saja ketahui dan alami, ditempat-tempat dan diwaktu-waktu dimana saja berada ketika itu. Tentu sadja, tulisan ini, hanja akan merupakan sumbangan bahan jang sangat ketjil, untuk mengumpulkan detik detik peristiwa, jang chusus dilakukan oleh kaum wanita.
 Bahwa tjita-tjita kaum wanita terhadap kemer dekaan tanah air, sudah lama berakar dalam bumi Indonesia, sudah sama-sama kami ketahui. Perdjuangan ini, sudah nampak, sedjak imperialisme Belanda masih menguasai Indonesia, jang waktu itu dinamakan Hindia-Belanda. Barangkali orang sekarang, masih belum lupa utjapan-utjapan dan tulisan-tulisan Sdr. Suwarni Pringgodigdo jang tadjam dan tegas menentang pendjadjahan dan menghendaki kemerdekaan. Perbaikan nasib wanita, harus ditempuh melalui Indonesia Merdeka. Djuga pemimpin-pemimpin wanita lainnja, baik jang duduk langsung dalam partai-partai politik, maupun jang duduk sebagai tenaga

pimpinan dalam beberapa organisasi wanita, seperti jang tergabung dalam P.P.I. (Perikatan Perkumpulan Isteri Indonesia), sudah nampak benih jang menudju kearah itu.
 Waktu djaman pendjadjahan Djepang, seluruh gerakan rakjat dibubarkan, termasuk gerakan wanitanja. Waktu itu, satu-satunja organisasi wanita jang boleh berdiri, dan jang direntjanakan ialah oleh pemerintah Balatentara Djepang, Fujinkai, dibawah pimpinan 'Sdr. Nj. Sunarjo Mangunpuspito. Sekalipun kelihatannja segala sesuatunja didikte oleh atasan (Djepang), akan tetapi didalam Fujinkai ini, djuga tak sedikit djumlahnja wanita-wanita jang didalam tekadnja, berdjuang untuk kepentingan tanah air, akan tetapi dilahirnja mempergunakan organisasi bikinan Djepang itu. Hal ini ternjata dari aktivitet mereka, misalnja dalam lapangan dapur-dapur umum, dalam palang merah dan sebagainja, sewaktu terdjadi pertempuran-pertempuran antara bangsa Indonesia dengan tentara musuh.
 Sewaktu Djepang menghadapi kedjatuhannja, ialah antara tanggal-tanggal sesudah 10 Agustus, nampaklah tokoh-tokoh wanita jang selama pendudkan Djepang itu tidak menampakkan aktiviteitnja, bergerombol-gerombol dengan djumlah-djumlah jang ketjil-ketjil, untuk berbitjara mengenai nasib perdjuangan wanita dan nasib tanah air dalam umumnja, dimasa-masa jang dihadapi. Tentu sadja, pembitjaraan-pembitjaraan ini tidak berkobar-kobar sebagai jang dilakukan oleh pemuda-pemuda waktu itu. Hal ini terbawa oleh sifat kewanitaan dan keibuannja.
 Sebelum itu, ialah bulan Djuli 1945, atas perkenan pemerintah Djepang, dibawah pimpinan Bung Karno, diadakan rapat Persiapan Kemer dekaan Indonesia. Ketika perundingan sampai kepada bentuk pemerintahan jang akan datang, dan ketika suara terbanjak memilih bentuk Republik maka sekonjong-konjong, ada larangan, jang katanja dari Tokio, supaja bentuk negara djangan dibitjarakan dulu. Waktu itu, pertama kali dalam sedjarah Pemerintah Djepang, sudah terdjadi pemboikotan rapat, jang dilakukan oleh pihak pemuda-pemuda, dengan djalan meninggalkan sidang itu. Mereka jang keluar itu, ialah 10 orang pemuda, dan seorang wanita, ialah saja sendiri. Kalau saja tak salah, waktu itu ada 5 orang wanita, ialah Saudara-saudara Nj. Sunarjo Mangunpuspito, Nj. Maria Ullfah Santoso, Nj. Emma Puradiredja, Nj. Ijos Wiriaatmadja.
 Wanita-wanita ini, tidak meninggalkan sidang, bukan karena takut, akan tetapi karena mereka belum merantjangkan lebih dahulu, dan belum berunding dengan kami, apa jang akan diperbuat bila terdjadi sesuatu jang bertentangan dengan kemauan kita bangsa Indonesia. Mereka ini adalah

wanita-wanita jang memikirkan segala sesuatu tindakan dengan perhitungan dan memang ketika itu hubungannja dengan pemuda-pemuda jang gerak tjepat, boleh dikata sangat kurang. Saja masih ingat sampai sekarang, bahwa Saudara-sau dara Maria Ullfah dan Emma Puradiredja, dengan tegas-tegas menghendaki bentuk Republik. Dan sikap ini, jang keluar disidang ketika itu, saja

226