- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]hargai. Dan ternjata, sampai sekarang mereka belum pernah menjeberang.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Setelah terdjadi peristiwa jang menggemparkan itu, sidang terpaksa tak dapat dilandjutkan. Kenpei Tai mendjadi sibuk menakut-nakuti kami. Tetapi, kami jang sedikit banjak sudah punja perhitungan bahwa Pemerintah Djepang tentu akan kalah dalam peperangan, tidak merasa takut terhadap antjaman-antjaman jang ditudjukan kepada kami.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Mengindjak bulan Agustus 1945 suasana makin hangat. Antara kami satu sama lain sudah bersiap-siap menghadapi kemungkinan . Tapi mulut tak berani bitjara banjak, sebab randjau-randjau Kenpei masih kuat dipasang disana-sini, dan mata-mata Kenpei jang menjelundup dikalangan kalangan pedjuang djuga tak sedikit. Dari itu, haruslah kami menghemat dengan kata jang tak
perlu diutjapkan.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Tanggal 14 Agustus 1945, sudah ada berita-berita jang agak positief, jang menggembirakan. Tanggal 15 Agustus 1945 saja mendengar, bahwa Djepang
bertekuk lutut. Akan tetapi, oleh karena saja tak mendengar sendiri suara siaran radio gelap itu, maka berita itu, saja terima tidak 100 %. Dalam
pikiran dan hati saja, hanja bersiap-siap kemungkinan jang tentu akan terdjadi.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Rumah bung Karno di Pegangsaan Timur sudah didjaga Djepang. Katanja untuk mendjaga keselamatan bung Karno. Tapi kami tjuriga. Djangan-djangan bung Karno akan dimusnahkan sendiri oleh Djepang. Untuk mengimbangi pendjagaan itu, maka kami siapkan barisan pendjaga dari pihak Barisan Pelopor, dibawah pimpinan saudara Sudiro. Saja sendiri sangat kerap pergi kerumah ini, jang ketika itu merupakan medan perang dingin dan sikap bersiap antara pendjaga
pendjaga Djepang dan pendjaga-pendjaga dari pihak kita. Menghadapi malam-malam jang genting, semua kamar-kamar dirumah bung Karno didjaga. Dari barisan Pelopor membawa sendjata sendjata misalnja klewang. Saja perhatikan, pihak Djepang mulai berada dalam kegelisahan dan tak mengadakan sikap apa-apa terhadap pendjaga pendjaga kita jang makin kelihatan agressief itu. Sampai terdjadi peristiwa-peristiwa perundingan dengan bung Karno oleh pemuda-pemuda jang menghendaki selekas mungkin memproklamirkan kemerdekaan, dan sehingga terdjadi penjelamatan bung Karno dan bung Hatta ke Rengasdengklok. Dalam saat-saat jang genting ini, memang tak terlihat kegiatan wanita kedepan. Akan tetapi, djangan dikata bahwa wanita tak atjuh kepada aksi-aksi ini. Tidak. Mereka itu, sebagai pahlawan terpendam, dengan gembira melepaskan suami suaminja, dan saudara-saudaranja, menghadapi bahaja maut. Saja masih ingat betul apa jang terdjadi, misalnja pada malam 15 menghadap 16. Waktu itu, saudara Sukarni mengadjak mengadakan coup, merebut tempat-tempat penting di Djakarta. Saja waktu itu berada dirumah Saudara Supeno. Saja masih ingat, bagaimana saudara Supeno ini berpamitan kepada isterinja, Nj. Supeno, waktu akan ikut serta mengadakan coupjang berbahaja. „ Kalau saja mati, titiplah anak-
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Setelah proklamasi, saja masih berada di Djakarta dan masih mengalami pertempuran-pertempuran ketjil dengan Belanda. Saja masih ingat,
wanita-wanita dengan berani membantu saudara saudaranja kaum lelaki waktu bertempur dengan Belanda. Mereka mengumpulkan batu-batu dipinggir djalan untuk melempari mobil-mobil Belanda.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Dan dikampung-kampung, wanita-wanita sedia memperlindungi pemuda-pemuda, dengan memberikan tempat-tempat persembunjian serta makanan. Ini terlalu banjak untuk dikatakan satu persatu.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Pada tahun itu djuga, kira-kira bulan September saja pindah ke Semarang. Disini saja mengalami peristiwa pertempuran 5 hari, antara pihak Indo
nesia, dengan Kidobutai Djepang. Waktu itu, kira-kira dalam bulan September 1945. Kebetulan akan ada sidang Komite Nasional Pusat, jang akan dilangsungkan di Djakarta. Sdr. Suwarti dari Solo, mendjadi utusan pula dan akan pergi ke Djakarta. Dia singgah dulu di Semarang, sebab akan mengadakan perundingan pendahuluan di Semarang dengan kami. Akan tetapi, belum sampai rundingan dapat diadakan, sudah ada pertempuran 5 hari jang menggemparkan dan banjak makan korban antara dua belah pihak, ialah pihak Djepang dan pihak Indonesia. Saja dan saudara Suwarti, sama-sama buta huruf dalam persendjataan. Kami tak dapat ikut bertempur dan tak dapat pula membantu langsung kepada pertempuran. Apa jang bisa kami lakukan, hanjalah mendjaga sendjata-sendjata jang dititipkan dirumah kami dan mendjadi penghubung telefonis sadja. Waktu itu, saja, saudara Suwarti bersama dengan suami saja, melakukan tindakan-tindakan untuk membagi -bagi makanan rakjat, berupa beras. Rakjat sudah kehabisan beras untuk makan. Pasar tutup. Pergi djauh-djauh tak dapat. Padahal gudang-gudang beras masih penuh. Waktu itu Gupernur ialah pak Wongsonegoro, dan Walikota, ialah pak Kuntjoro dan pembesar-pembesar lainnja sudah ditangkapi Djepang. Pemerintah kosong. Dengan berani mengambil risiko, maka kami adakan perundingan dengan pemilik-pemilik beras (bangsa Tionghwa), supaja suka mendjual berasnja dengan harga biasa. Sebab, kalau beras tak didjual dan tak dibagi setjara rata kekampung-kampung, maka kemungkinan besar, beras itu akan dirampok rakjat. Dan bila terdjadi demikian, maka mereka sendiri akan menderita rugi. Perundingan djadi. Dan beras boleh dibagi . Rakjat dari kampung-kampung datang kerumah kami, untuk minta tanda tangan guna membeli beras digudang. Utusan-utusan jang datang, untuk mengurus beras ini kebanjakan kaum wanita. Karena mereka harus djalan menjelundup serta berhati-hati. Dan wanita-wanita jang berdjalan, lebih selamat dari pada laki-laki. Sampai perang selesai, dan ketika Pemerintah
227
anakku". Dan dengan tenang serta ichlas, isterinja
melepaskan suaminja ini. Dan saja bersama saudara Supeno dan kawan-kawan lain, menudju ke Kebon sirih untuk berkumpul. Karena sesuatu hal, coup
ini gagal. Akan tetapi persiapan untuk proklamasi diteruskan, bahkan lebih serem lagi. |