Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/244

Halaman ini tervalidasi

kembali lagi, kami serahkan pertanggungan djawab ini. Dan kami melakukan pekerdjaan perdjuangan sebagaimana biasa lagi.
 Sesudah terdjadi ini, saja menindjau ke Surabaja. Disini saja bertemu dengan bung Tomo, waktu itu seorang pemuda jang sangat energiek jang mengobar-kobarkan semangat rakjat melalui pidato radionja. Di Surabaja sini, saja saksikan kegiatan-kegiatan wanita jang besar, untuk menjambut revolusi . Mereka ibarat sendjata terpendam sewaktu-waktu diminta, siap sedia untuk madju. Jang sangat menarik perhatian saja, ialah meratanja persiapan-persiapan dapur umum dan pertolongan-pertolongan pengobatan untuk tentara kita jang berdjuang. Pemudi-pemudi nampak di markas-markas bersama dengan pemuda-pemuda.
 Saja tak lama di Surabaja ini, kemudian ke Pekalongan. Waktu itu disana terdjadi peristiwa 3 daerah. Di Pekalongan ini, tak begitu saja lihat kegiatan wanita-wanita sebagai di Surabaja. Mungkin, karena keadaan begitu genting, saja tak banjak keluar. Djadi, dengan sendirinja, tak banjak saja ketahui kegiatan-kegiatan wanita dalam lapangan pertempuran. Akan tetapi, Perwari, jang berdiri sedjak Desember 1945, waktu itu merupa kan satu-satunja organisasi wanita jang ada, jang meskipun keadaan dalam bahaja, tetap mengadakan rapat-rapat ditiga daerah itu, chusus untuk membitjarakan soal-soal sosial. Tentu sadja, soal sosial ketika itu ada hubungannja dengan penjelamatan rakjat, djangan sampai menderita karena perang saudara.
 Pada tahun 1946 saja pindah di Jogjakarta. Antara pemimpin-pemimpin wanita, terutama dari pihak pemudinja, kami dirikan Barisan Buruh Wanita. Salah seorang pemimpinnja jang aktief, ialah saudara Nj. Sutijah Surjahadi. Titik berat perdjuangan waktu itu pada sikap, memper tahankan kemerdekaan, dan memelihara tempat tempat kerdja jang sudah berada ditangan Republik Indonesia.
 Saudara Sutijah Surjahadi disamping memimpin buruh wanita sebagai buruh, djuga memimpin lasjkar wanita. Waktu itu sudah diadakan latihan-latihan, misalnja melempar granat, mempergunakan bedil dan sebagainja. Sajang, saja sendiri tak pernah dapat ikut latihan-latihan ini, karena kesibukan saja sendiri dalam mengatur organisasi jang baru berdiri itu. Didaerah pedalaman, djasa-djasa dari Barisan Buruh Wanita, nampak biasa sadja. Akan tetapi didaerah pendudukan, nampak sekali djasanja jang hebat. Misalnja sadja di Djakarta, jang dipimpin oleh Saudara Setijati Surasto, anggota-anggota Barisan Buruh Wanita-lah jang berdjuang mati-matian untuk mempertahankan dan terus menguasai kantor-kantor Republik Indonesia. Waktu itu, ketika Belanda sudah mulai merebut kantor-kantor Republik, maka para pegawai jang masuk kantor sering ditembaki didjalanan. Dan wanitalah, ialah pemudi-pemudinja jang berani djalan kekantor, dengan djalan berliku-liku dan sesampainja dikantor, mereka terus bekerdja, menunggu kantor, agar supaja de facto, tetap masih ada kantor Republik Indonesia. Waktu itu, Wali

228

Kota Djakarta Raja, Saudara Suwirjo. Beliau tentu menjaksikan, bagaimana kegiatan dan keberanian saudara Wanita itu.
 Sesudah itu, ialah pada tahun 1947, kiranja tak perlu saja tuliskan disini karena telah terlalu djauh dengan kedjadian-kedjadian tahun 1945. Saja harapkan, agar supaja pengalaman-pengalaman sedikit-sedikit dari para pedjuang wanita itu dapat dikumpulkan, kemudian disaring, jang mudah mudahan dapat merupakan bahan dokumentasi. Terutama dari daerah-daerah sangat penting hal itu dikumpulkan dan ditulis sendiri oleh mereka jang mengalami.
 Sekian.

PEDJUANG-PEDJUANG WANITA DI NUSA TENGGARA.

sumber kekuatan perlawanan gerilja.

ada jang ditelandjangi dan dipukuli.

Oleh: Tantrawan.

Peranan Revolusi:
 Demikian Proklamasi diumumkan di Djakarta dan beritanja sampai ke Bali, maka para pemuda dan pemudi serentak menjusun tenaga dan kekuatan turut membela proklamasi dan kemerdekaan. Langkah-langkah dan penjusunan ini terutama di Bali dapat dilakukan dengan saksama dalam wilajah Propinsi Nusa Tenggara (dahulu Sunda Ketjil). Oleh kurir-kurir jang dikirimkan dari Bali, achirnja dapat djuga dihubungi Lombok dan Sumbawa hingga pemerintahan dikedua daerah itu menjatakan berpihak kepada Republik Indonesia jang baru diproklamirkan. Demikian pula Radja-radja di Bali atas desakan para pemuda, menjatakan diri berpihak pada Republik.
 Akan tetapi, karena daerah-daerah disebelah timur lekasan diduduki oleh Tentara Serikat dari Australia dan Nica, maka praktis hanja di Bali perdjuangan revolusi itu berlangsung menentang pendjadjahan.

Perang puputan:
 Telah tertjatat dalam sedjarah nasional dan terkenal djiwa ksatria pemuda-pemuda pedjuang di Bali jang membela proklamasi sampai titik darah jang penghabisan dimedan peperangan jang bernama PERANG PUPUTAN dan dilakukan didesa Marga.
 Untuk melakukan Perang Marga (Margarana) itu Tentara Belanda (NICA) memusatkan semua kekuatan angkatan darat dan angkatan udaranja diseluruh Nusa Tenggara ke Bali, hingga pemuda pemuda pedjuang seperti Let. Kol. I Gusti Ngurah Rai, Major Wisnu dan lain-lain gugur dalam Margarana tanggal 20 Nopember 1946 jang sekarang diabadikan dan dibuatkan Taman Bahagia PANCAKA TIRTHA di Tabanan dan TJANDI MARGARANA di Marga. Akan tetap mendjadi simbul kenangan, djiwa dan tekad membela nusa: Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup didjadjah kembali.