Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/302

Halaman ini tervalidasi

3. Wanita dan Kewarga-negaraan

  1. Kaum wanita harus diberi pendidikan tentang hak dan kewadjibannja sebagai warga-negara, sehingga mereka insaf bahwa hak pilih adalah sendjata jang sangat penting ditangan mereka jang dapat digunakan untuk memperbaiki keadaan.
  2. Kaum wanita harus diinsjafkan bahwa kaum wanita sama baiknja dengan kaum laki-laki; dapat mendjalankan kewadjibannja sebagai anggauta dewan-dewan pembentuk undang undang.
  3. Kaum wanita harus diberi penerangan oleh organisasi-organisasi wanita tentang tehnik dan tjara mempergunakan hak pilih.
  4. Kaum wanita hendaknja mendjadi anggauta sesuatu partai jang tertentu.
  5. Setiap pemilih wanita harus mengetahui bentuk pemerintahannja.
  6. Ia harus mempergunakan hak pilihnja setjara bebas dari segala pengaruh, agar memilih pemerintahan jang sebaiknja bagi negaranja.
  7. Kaum wanita jang telah dipilih harus bekerdja giat untuk kepentingan orang-orang jang telah memilihnja. Pada umumnja kaum wanita selalu bekerdja untuk mengurangi penderitaan manusia dan demikian banjak jang dapat di mereka sebagai anggauta kerdjakan oleh mereka dewan-dewan pembentuk undang-undang.
  8. Organisasi-organisasi wanita harus bekerdja dengan dan melalui kaum wanita agar supaja lebih banjak wanita jang memegang pimpinan dalam segala lapangan.
  9. Ternjatalah bahwa hanja sedikit wanita jang mengambil bagian dalam segala lapangan administratif, hal mana perlu diperbaiki. Kaum wanita sangat kurang mengambil bagian dalam organisasi-organisasi internasional karena hanja sedikit wanita aktif dalam organisasi-organisasi politik jang nasional.
  10. Kaum laki-laki harus diinsjafkan untuk merobah sikapnja terhadap tjalon 2 wanita dalam pemilihan, hingga lebih banjak wanita jang ditjalonkan.
  11. Untuk mengurangi kesukaran-kesukaran keuangan jang harus dihadapi tjalon-tjalon wanita, maka organisasi-organisasi wanita dapat menjelenggarakan kampanje untuk tjalon-tjalon itu, dengan tidak perlu mempergunakan tenaga-tenaga orang jang dibajar.

4. Perbudakan dan Perdagangan wanita dan anak-anak.

  1. Dalam usaha memberantas prostitusi dan usaha mentjegahnja, maka penting sekali untuk memberikan penerangan kepada chalajak ramai tentang bahaja dan lain-lain daripada masalah ini.
  2. penduduk merupakan faktor jang mempertinggi djumlah pelatjur. Family planning mungkin dapat memberikan penjelesaian.
  3. Rescue homes dan lain-lain rumah-rumah rehabilisasi harus diawasi dengan seksama, sebaiknja oleh polisi wanita.
  4. Diminta perhatian supaja ibu-ibu jang tak bersuami (unmarried mothers) dapat memperoleh perlakuan jang lebih wadjar dan supaja anggapan kolot terhadapnja dihilangkan.
  5. Istilah prostitusi diartikan sebagai berikut: seseorang, wanita atau pria, jang atas pemberian sesuatu (uang atau lain) sebagai nafkah tertentu atau tidak tertentu, mendjualkan badannja setjara normal ataupun setjara tidak normal kepada banjak orang sesama kelamin ataupun kelamin lain.
  6. Konperensi mengandjurkan supaja diadakan rentjana chusus dan dididik tenaga-tenaga untuk mentjegah prostitusi, meskipun organi sasi-organisasi sosial telah mempunjai rentjana pentjegahan prostitusi.
    1. Mengenai rentjana, Konperensi mengandjurkan supaja usaha lebih ditekankan kepada pentjegahan prostitusi dengan djalan:
    1. mengadakan pendidikan kesusilaan disekolah-sekolah dan kepada organisasi- organisasi pemuda dan orang-orang dewasa,
    2. mempertinggi deradjat kaum wanita supaja sedjadjar dengan deradjat kaum laki,
    3. mempertinggi taraf hidup,
    4. supaja wanita bisa berdiri sendiri, misalnja dengan menuntut pendidikan keahlian,
    5. memperbanjak usaha-usaha dilapangan kesehatan/pengobatan.

    B. Mengenai pendidikan tenaga, Konperensi mengandjurkan:

    1. supaja tenaga-tenaga ini terdiri terutama dari wanita,

    2. supaja Polisi wanita diberi tugas dilapangan pentjegahan prostitusi.

    Diusulkan supaja dibentuk „Regional Bureau” jang bertugas, mengadakan research mengenai sebab-sebab adanja prostitusi dan mempeladjari tjara-tjara pentjegahan, rehabilitasi dan mengembalikan mereka kembali kedalam masjarakat.

    5. Masalah Perburuhan.

    1. Perhatian sepenuhnja harus ditudjukan kepada penempatan buruh wanita (distribution of female labour), keahlian dalam pekerdjaannja dan kesanggupan/ketjakapan-ketjakapannja.
    2. Perlu diusahakan perbaikan-perbaikan sjarat pekerdjaan, baik mengenai tempat pekerdjaannja maupun mengenai sifat pekerdjaannja. Dalam pada ini perlu diadakan tempat-tempat penitipan anak-anak dan baji ditempat pekerdjaan, diadakan tempat-tempat penginapan untuk buruh wanita dan lain-lain.
    3. Perlu diadakan perluasan peraturan-peraturan perburuhan, supaja tidak sadja diadakan peraturan-peraturan untuk buruh diperindustrian sadja tapi djuga untuk buruh dilapangan lain.
    4. Perlu diperhatikan sjarat-sjarat chusus untuk kerdja-malam dan kerdja setjara giliran.
    5. Mempeladjari hasil dan akibat daripada peraturan-peraturan kesedjahteraan buruh. Adakalanja, misalnja peraturan-peraturan jang chusus ditetapkan untuk melindungi buruh wanita, malahan dalam praktek mempunjai

    286