Halaman:Garuda Perdamaian (Garuda Indonesia, 1957).pdf/28

Halaman ini tervalidasi

pengertian ini tidak berarti lalu tersimpul adanja hak dari negara Jang, dirugikan untuk bertindak sendiri dengan menggunakan angkatan perangnja, supaja negara jang didakwa melanggar itu menepati perdjandjian. Berdasarkan ketentuan Piagam P.B.B. maka adalah mendjadi kewadjiban bagi negara-negara untuk merrjelesaikan perselisihan setjara damai.

Adapun mengenai penggantian kerugian, maka djalan perundingan adalah djalan satu-satunja jang lajak.

Oleh karena Mesir sudah menjanggupkan tentang hal ini, maka mudah-mudahan perundingan itu berdjalan dengan lantjar.

Djika tidak tertjapai persetudjuan melalui djalan perundingan atau melalui tjara lain jang telah ditentukan, maka keputusan hakim merupakan djalan terachir.

Djadi kita tidak dapat mengambil kesimpulan, bahwa Mesir bertindak setjara unilateral dalam menentukan besarrrja ganti kerugian kepada para pemilik saham Kongsi Terusan Suez.

Kesimpulan jang kita peroleh ialah, bahwa penasionalisasian fungsi Terusan Suez adalah sjah, apalagi bahwa penasionalisasian itu adalah urusan dalam negeri Mesir. Dunia luar tidak ada dasar atau alasan untuk meniadakan penasionalisasian itu.

Tibalah sekarang pada persoalan apakah Mesir melanggar Konvensi Konstantinopel 1888.

Perdjandjian Konstantinopel' 1888 mendjamin kebebasan pelajaran terusan Suez. Pada waktu itu mernang Mesir tidak ikut serta menanda tangani perdjandjian 1888, karena Mesir masih merupakan negeri dibawah naungan Turki. Mesir seolah-olah hanja mendjadi objek dari perdjandjian itu, jang memiliki terusan diwilajahnja.

Dengan demikian mungkin timbul kechawatiran oleh Inggris dan Perantjis — terutama lnggris — bahwa Mesir pada suatu ketika akan mengingkari Konvensi 1888 dan menutup pintu terusan bagi mereka, jang akan berarti putusnja djalan perhubungan Inggris dengan negara-negara commonwealthnja dan putusnja kepentingan minjak mereka di Timur-Tengah.

Kechawatiran Inggris itu dapat kita lihat pula dari perdjandjian Inggris-Mesir 1954, jang menempatkan kembali dalam pasal 8, keten-

25