anak-anak perempuan itu kembali kerumah pelatjuran, bila mereka mentjoba melarikan diri. Selama orang-orang jang berusaha membasmi "pelatjuran teratur" itu tidak mendapat bantuan, tentu mereka tak akan mentjapai barang sesuatu. Sedangkan tabib-tabib (masa itu semua tabib orang lelaki) pun biasanja berpendapat, bahwa baik untuk orang laki-laki, kalau ia diluar perkawinan bersetubuh dengan perempuan lain. Sesudah orang diseluruh dunia bersatu guna membasmi pelatjuran, barulah usaha itu berhasil. Orang jang melaksanakan persatuan internasional itu djuga seorang wanita Inggeris, jakni: Njonja Josephine Butler.
John Grey, ajah Josephine, sudah lama berusaha, supaja anak-anak perempuannja memperhatikan perubahan sosial dan undang-undang hukum negeri. Selandjutnja kehidupan Josephine sama dengan Njonja Fry. Orang tuanja berada dan pergaulannja dengan orang-orang terpeladjar. Ketika ia berumur 21 tahun ia menikah dengan George Butler. Butler seorang jang banjak mengerahkan tenaganja untuk perguruan tinggi. Kedua laki isteri itu orang Nasrani jang alim dan dalam segala perbuatan ta'at pada suruhan Jesus, mengasihi sesama manusia. Jang masuk golongan orang-orang bersekolah tinggi kebanjakan kaum lelaki. Njonja Butler segera mengalami, bahwa bagi mereka seorang laki-laki tjabul tidak dipandang buruk, sebaliknja seorang gadis jang berbuat salah, amatlah kedji bagi mereka. "Pemudi-pemudi jang telah djatuh kehormatannja" itu ditemui oleh Njonja Butler. Mereka dipeliharanja dalam rumahnja, kemudian dalam sebuah pemondokan jang tersendiri. Banjak orang jang tak menjetudjui tindakan Njonja Butler itu. Ia mentjoba membimbing pemudi-pemudi itu kembali kepada kehidupan jang sopan. Menurut pikirannja tak patut orang memakai dua ukuran ter-
84