Halaman:Hidoep.pdf/25

Halaman ini telah diuji baca

’HIDOEP’

17

mah-tangga, baroelah pada soeatoe hari ia ber­kata kepada iapoenja „Maria”: „Bertaoen-taoen kita dihinggapin penjakit bisoe, sekarang inilah sampe itoe koetika boeat kita semboehken itoe...”

Gwat-iem angkat iapoenja alis jang bagoes, melengkoeng seperti bianglala jang lagi minoem aernja laoetan kidoel, dan memandeng kepada Tiong-gie dengen sinaran mata jang menjataken bahoea ia soedah mengerti apa jang Tiong-gie telah dan aken kataken.

„Akoe bitjara pada apa jang sebenernja tida perloe dibitjaraken lagi...” kemoedian Tiong-gie meneroesken bitjaranja. „Akoe taoe, kaoe taoe, bitjaraken lebih pandjang tida perloe...”

„Dan kenapa toch kaoe berbitjara?” kemoe­dian Gwat-iem berkata.

„Sebenernja memang kita tida perloe bitjara dengen laen bahasa, kerna bahasa dari perasa'an kita ada dari sorga, denger zonder terkata dan mengerti zonder terbitjara. Tapi ada satoe hal jang kita poenja bahasa 'boengkem' tida bisa ka­taken jaitoe: ’Gwat, akoe soedah ambil ketetepan bahoea kaoe aken mendjadi akoe poenja istri dan sebagi sepasang roda aken melaloein itoe, perdjalanan hidoep jang masih djaoeh’...”

Gwat-iem tida lantas mendjawab hanja tjoema serahken djari-djari tangannja jang moengil diremes-remes oleh itoe pemoeda.