Halaman:Hikajat Prang di Edi.pdf/52

Halaman ini tervalidasi

46

jang moeda itoe hilang hati, lantas moendoer, soldadoe lain meliat itoe, djoega toeroet moendoer.

Ofsir dan onder Ofsir kita sampei brani dan sampei djoega kasi kommando „djangan moen-doer, djangan moendoer” tetapi tiada kadengaran soewaranja dari pada roesoeh orang Atjeh, jang semingkin lama semingkin brani madjoe, kemoedian toean Kaptèn dapat loeka di atas kepalanja, maka mendjadi lebih soesah.

Hampir-hampir Kompanji ampat tiada katoeloengan, roepanja misti mati djoega, dan orang Atjeh soedah moelai bersoerak-soerak, tiba-tiba datang orang Ambon, satoe peloton, toeloeng menghantam sama bajonet, di bawah prentahnja toean Litnan van Bloemen Waanders, sjoekoerlah orang Ambon soedah datang.

Bermoela toean Litnan van Bloemen Waanders dapat prentah misti djaga di tempat lain, tetapi koetika mendapat liat Kompanji ampat ada di dalam kasoesahan maka toean Litnan itoe tiada bernanti lagi, lantas djoega pergi toeloeng sama Kompanji ampat. Soeda dengar Kommando „voorwaarts orang Ambon, atakeer” maka orang Ambon bersoerak „hoera, hoera” lekas madjoe, pergi bantoe sama teman-teman dari Kompanji ampat, maka sekarang bangsa Ambon kepoeng pada bangsa Atjeh, terlaloe keras poekoelannja orang Ambon, sama seperti setan roepanja.