Halaman:KUHDagang.pdf/119

Halaman ini tervalidasi

Percarteran menurut waktu ialah perjanjian di mana pihak yang satu (yang mencarterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk bagi pihak lainnya (pencarter), agar digunakan untuk keperluannya guna pelayaran di laut, dengan membayar suatu harga yang dihitung menurut lamanya waktu. (KUHD 460 dst., 517z, 518 dst., 518f, 533n dst.)

Pencarteran menurut perjalanan adalah perjanjian di mana pihak yang satu (yang mencarterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk untuk seluruhnya atau untuk sebagian bagi pihak lainnya (pencarter), agar baginya dapat diangkut orang atau barang melalui laut dengan satu perjalanan atau lebih dengan membayar harga tertentu untuk pengangkutan ini. (KUHD 618h dst., 521, 533q dst.; S. 1933-47.)


Pasal 454

Masing-masing pihak dapat mengharap bahwa dari perjanjian itu dibuat suatu akta. Akta ini disebut carter-partai. (KUHD 90, 347, 453, 457, 511; Zeg. 23-l-, 31-II-2.)


Pasal 455

Barangsiapa mengadakan perjanjian pencarteran untuk orang lain, bagaimanapun juga karena itu terikat terhadap pihak lainnya, kecuali bila dalam perjanjian itu Ia bertindak dalam batas kuasanya dan menyebutkan pemberi kuasanya. (KUHPerd. 1792 dst., 1806; KUHD 62 dst., 76 dst.)


Pasal 456

Dengan pemindahtanganan sebuah kapal, perjanjian pencarteran yang diadakan oleh pemilik sebelumnya tidak menjadi putus. Pemilik baru wajib memenuhi perjanjian tersebut di samping yang memindahtangankan. (KUHPerd. 1243, 1280, 1576; KUHD 453.)


Pasal 457

Bila carter-partai dibuat atas nama, maka pencarter dapat mengalihkan hak dan kewajibannya kepada orang lain dengan endosemen dan penyerahan akta itu.

Bila carter-partai tidak dibuat atas nama, maka setelah endosemen dan penyerahan akta, penearter tetap terikat terhadap yang mencarterkan untuk memenuhi kewajiban perjanjian itu. (KUHPerd. 613, 1152bis; KUHD I 10 dst., 174, 176, 191, 454, 506.)


Pasal 458

Bila kapalnya pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian tidak tersedia bagi pencarter, ia dapat memutuskan perjanjian itu, dan memberitahukan dengan tertulis kepada pihak yang lain. Bagaimanapun juga Ia mempunyai hak atas ganti rugi tanpa disyaratkan adanya pernyataan lalai, kecuali bila yang mencarterkan membuktikan, bahwa kelambatannya tidak dapat dipersalahkan kepadanya. (KUHPerd. 1238, 1243 dst., 1267; KUHD 456, 460, 463.)


Pasal 459