— 39 —
Meskipoen orang Belanda, andai kata ingin memperlakoekan rakjat Indonesia dengan hormat seperti terhadap sesamanja - misalnja seperti Dibagian lain-lain dari Indonesia, dalam merantjangkan dan mendjalankan oendang-oendang, dan dalam membentoek dan memaʼzoelkan pemerintahan, „rakjat tidak boleh tjampoer tangan”.
1). Pokok Oendang2 Minangkabau.
„Anak kemenakan beradja kepada penghoeloe,
Penghoeloe beradja kepada moefakat.
Moefakat beradja kepada aloer dan patoet”.
Demikianlah halnja di Keradjaan Poko-Dato, Seriwidjaja, Madjapahit dan Mataram.
Karena Rakjat tidak tjampoer tangan dalam pemerintahan negeri, dapatlah Kompeni Hindia Timoer menakloekkan atau berkompromi dengan radja-radja Indonesia, dan mendapat kekoeasaan sedikit kesedikit, dan achirnja seloeroeh Indonesia djatoeh ketangannja.
2) Perwakilan Rakjat atau Sovjet.
Selama pendjadjahan Belanda, terlahir nisbah social jang lambat laoen meminta pemetjahan terhadap soal soesoenan negara; tapi pemerintahannja beloem tentoe setjara parlemen atau Savjet.
Parlementarisme dinegeri-negeri Barat dilahirkan oleh kaoem boerdjoeis sewaktoe kekoeasaan sewenang-wenang meradjalela disana. dan kaoem boerdjoeis dengan perniagaan dan indoestrinja jang semakin madjoe merasa digentjet dalam memperbesar peroesahaannja, oleh radja radja feodal jang merintangi dengan pelbagai tjoekai dan padjak jang tinggi-tinggi, sementara boerdjoeasi tidak mempoenjai hak politik. Dalam dan Revoloesi. Perantjis kemoediannja. Voltaire, pemimpin boerdjoeasi jang keadaan begitoelah lahir Magna Charta, Cromwellisme, dan Revoloesi Prantjis kemoediannja Voltaire, pemimpin boerdjoeasi jang oeloeng habis-habisan menggempoer agama Katholik dan pendita-pendetanja, dan mengadjarkan agama „atheisme” (memoengkiri Toehan).
Rousseau menentang autokrasi dengan demokrasi dan menentang poesaka pemerintahan toeroen-temocroen, diadjarkannja „kontrak social”, jakni satoe pemerintahan jang mengadakan kontrak dengan Rakjat. Menoeroet pengadjaran Rousseau, seorang radja hanja boleh memerintah selama ia berboeat menoeroet perdjangjian, dan Rakjat mesti menentangnja bila perdjandjian itoe dilanggar.
Karena bcerdjoeasi Perantjis merasa koerang koeat melawan kekoeasaan radja, bangsawan dan pendeta, barsatoelah mereka dengan massa revoloesioner, kaoem boeroeh dan tani. Tetapi massa ini tidak boleh berkoeasa Mereka semoca hanja dipakai sebagai oempan meriam dalam revoloesi boerdjoeasi, sedang kekoeasaan dipegang oleh kaoem boerdjoeis. Dengan sembojan „Liberté, Egelité, dan Fraternité” jang sekarang djadi: demokrasi, liberalisme dan parlementarisme, dapat mereka meroeboehkan soesoenan pemerintahan feodalistis.
Sesoedah beroleh kekoeasaan politik, „demokrasi boerdjoeasi” menoendjoekkan dirinja. Biarpoen dalam negeri parlementer seperti Inggeris, Perantjis dan Amerika tiap rakjat diberi kartjis pemilihan, tetapi kaoem boeroeh dan si miskin disana, (orang jang terbesar djoemlahnja) senantiasa tidak dapat mempertahankan tjalon-tjalonnja dalam pemilihan par-