Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/27

Halaman ini tervalidasi

III. PERGI MERANTAU

Tinggal kampung, tinggal terata,
anak isteri demikian lagi.
Gerak dan gerik hati berdetak,
rasakan tidak bertemu lagi.


Embun pada daun sudah menguap kena sinar matahari yang agak panas. Kabut yang tebal telah lama diterbangkan cahaya siang. Angin pun tenang tak berembus, sehelai daun tidak bergoyang. Hari cerah terang cuaca, tidak remang sedikit jua. Langit tidak berawan, terhampar tinggi atas angkasa. Matahari memancarkan cahayanya yang cemerlang ke muka 'alam jagat yang amat luas ini. Gunung dan bukit barisan keliling kota Bukit Tinggi hijau biru tampak rupanya.

Hari hampir pukul delapan pagi. Di halaman sekolah Agam kelihatan murid-murid berlari-larian, melompat ke sana, berlari ke sin1 dan berkejar-kejaran. Ada yang main galah, berkuda-kudaan, ada pula yang tangkap-menangkap dengan kawan-kawannya. Di rusuk dan di belakang sekolah, tampak pula murid-murid main kelereng, mengadu cekatan, mencahari kemenangan. Riuh rendah sorak mereka yang menang, dan keluh yang kalah pun tiada kurang kedengaran. Di beranda sekolah murid-murid perempuan bersimbang, bermain kucing buta dan lain-lain sebagainya. Sekalian permainan itu dilakukan mereka dengan riang dan tepuk tangan yang serempak, akan menggembirakan hati si pemain.

Dalam sekolah di kelas lima, sekalian guru-guru berkumpul, asyik bercakap-cakap. Gelak dan tertawa disertai pula dengan gerak tangan akan menjelaskan apa yang dikatakannya. Di antara guru-guru itu, seorang kelihatan muram saja rupanya. Sungguhpun guru itu sekali-sekali ada juga tertawa, tetapi tampak tertawanya itu sebagai di buat-buat. Guru yang demikian, ialah Kasim, yang sehari dua lagi akan berlayar ke Pontianak. "Ah, mengapa engku termenung?" ujar Sutan Diatas, guru kepala di sekolah itu kepada guru Kasim. "Sepatutnya engku bergirang hati, karena sudah naik pangkat. Akan tetapi saya lihat muka engku muram saja. Apakah yang engku pikirkan? "

Guru Kasim terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia sedang melihat sebuah gambar, tetapi pikirannya melayang jauh. Sambil berpaling ia pun berkata dengan tersenyum simpul, katanya. "Tidak, ..... engku!" Ia berhenti menghilangkan buah pikirannya, kemudian berkata pula sambil menunjuk, "Gambar

29